Dark/Light Mode

Apa Itu Carbon Capture Dan Regulasinya? Berikut Update Terbaru Kemenko Marves

Sabtu, 23 Desember 2023 14:57 WIB
Cawapres nomor urut 2 gibran Rakabuming Raka dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD kanan saat debat calon wakil presiden Pemilu 2024 di JCC, Jakarta, Jumat 22/12/2023. Debat kedua Pemilu 2024 diikuti tiga cawapres yang mengangkat tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan. (Foto: Ng Wahyu Putu Rama/RM)
Cawapres nomor urut 2 gibran Rakabuming Raka dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD kanan saat debat calon wakil presiden Pemilu 2024 di JCC, Jakarta, Jumat 22/12/2023. Debat kedua Pemilu 2024 diikuti tiga cawapres yang mengangkat tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan. (Foto: Ng Wahyu Putu Rama/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam pertanyaaannya kepada Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD di acara Debat Cawapres 2024 pada Jumat (22/12) malam, Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka sempat menyinggung soal Carbon Capture and Storage (CCS). Apa sebetulnya CCS, perkembangan, regulasi dan manfaatnya untuk Indonesia di masa depan? Berikut penjelasan Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi

Singkatnya, CCS adalah teknologi untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dari sumber-sumber besar seperti pembangkit listrik dan industri. Awalnya, teknologi ini digunakan untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) atau emisi nol bersih tahun 2030.

Ada 3 tahap utama dalam proses CCS ini antara lain; penangkapan CO2, transportasi, dan penyimpanannya di lapisan geologi tertentu untuk mencegah pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer. 

Lalu bagaimana perkembangan CCS di Indonesia?

Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyampaikan beberapa kemajuan strategis CCS di Indonesia.

Baca juga : Ganjar Pastikan Regulasi Kelautan Berpihak Pada Nelayan

Ia menyebutkan, saat ini Indonesia sudah punya kapasitas penyimpanan CO2 potensial mencapai 400 hingga 600 gigaton di depleted reservoir dan saline aquifer. 

"Potensi ini memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1.2 gigaton CO2-ekuivalen pada tahun 2030," kata Jodi dalam keterangannya, Sabtu (23/12).

Lalu bagaimana regulasi Carbon Capture Storage (CCS) di Indonesia saat ini?

Jodi menjelaskan, sebagai pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS dan berperingkat pertama di Asia menurut Global CCS Institute, Indonesia sudah membangun fondasi hukum yang kuat. 

Regulasi ini termasuk Permen ESDM 2/2023 tentang CCS di industri hulu migas, Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon, dan Peraturan OJK 14/2023 tentang perdagangan karbon melalui IDXCarbon. 

Baca juga : Kenari Djaja Rayakan Pembukaan Outlet Terbaru Di Kota Medan

"Kita juga menuju penyelesaian Peraturan Presiden yang akan lebih memperkuat regulasi CCS," terang Jodi.

Dalam upaya mencapai Net Zero Emission pada 2060, Indonesia, sebutnya juga berambisi mengembangkan teknologi CCS dan membentuk hub CCS. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerjasama internasional. 

"Ini menandakan era baru bagi Indonesia, dimana CCS diakui sebagai 'license to invest' untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical," tuturnya.

Jodi meyakini, pendekatan ini akan menjadi terobosan bagi perekonomian Indonesia, dengan membuka peluang industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon.

Ia mengakui bahwa CCS memerlukan investasi besar. Belum lama ini, pemerintah Indonesia dan ExxonMobil meneken MoU investasi 15 miliar dolar AS dalam industri bebas emisi CO2. 

Baca juga : Waka BPIP: Kebijakan Dan Regulasi Harus Terintegrasi Nilai-nilai Pancasila

"Sebagai perbandingan, proyek CCS Quest di Kanada membutuhkan 1.35 miliar USD untuk kapasitas 1.2 juta ton CO2 per tahun. Data ini menyoroti pentingnya alokasi penyimpanan CO2 internasional dalam memfasilitasi investasi awal yang besar untuk proyek CCS," jelas Jodi.

Ia juga menyebutkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia akan bersaing berupaya menjadi pusat CCS regional. Sehingga, kata dia, penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik.

"Inisiatif ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif," pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.