Dark/Light Mode

Ingrid: Tangani Darurat Sampah, Depok Butuh Circular Economy Berbasis Masyarakat

Kamis, 11 Januari 2024 13:58 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Demokrat Ingrid Kansil menilai, telah terjadi darurat sampah di Kota Depok.

Untuk menanganinya, butuh sentra circular economy berbasis masyarakat.

Hal ini diketahui Ingrid saat menyapa warga di Cimanggis, Depok, Selasa (9/1/224).

Dalam kunjungan tersebut, ia melihat pengelolaan sampah masih semrawut. Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Beserta turunnya mengatur tugas dan wewenang pengelolaan sampah.

"Pemerintah daerah sebagai ujung tombak pengelolaan sampah diharapkan terpacu untuk segera meningkatkan peran dan kapasitasnya di daerah masing-masing, khususnya Kota Depok," kata Ingrid dalam siaran pers yang diterima wartawan, Kamis (11/1/2024).

Terlebih, dalam Pasal 5 dalam undang-undang tersebut menjelaskan, Pemerintah dan Pemda bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada dasarnya mempertegas fungsi utama yang wajib dilaksanakan oleh Pemda yang merupakan bagian dari pelayanan publik.

Volume sampah di Depok dalam sehari mencapai 1.300 ton dengan ketinggian 20-30 meter.

Baca juga : Prabowo: Jangan Mau Diadu Domba, Kita Satu Keluarga Besar

Sementara kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung hanya 800 ton dalam sehari, dengan batas ketinggiannya 10 meter.

Ingrid khawatir, tumpukan sampai di atas 10 meter menyebabkan rawan bencana longsor. Terlebih jika dihitung terjadi kenaikan 61,53 persen volume sampai.

Mirisnya lagi, hanya TPA Cipayung yang dijadikan tempat pembuangan sampah.

"Sebagian besar sampah warga tidak tertampung di TPA. Bahkan warga sengaja melempar sampah ke sungai dan tanah kosong. Tingkat pengelolaan pelayanan TPA Cipayung masih rendah, karena metode pengelolaan sampah tidak berwawasan lingkungan," kritiknya.

TPA Cipayung menggunakan metode open dumping atau kumpul, angkut, dan buang. Bukan sanitary landfill sesuai amanah UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Hasilnya, TPA Cipayung berpotensi menyumbang emisi gas rumah kaca dengan gas yang mendominasi adalah CH4 (metana), CO2 dan N2O. Ingrid mengatakan, tingginya produksi sampah per hari berdampak pada permasalahan bau busuk yang menyengat di sekitar lahan.

Dampaknya, polusi udara dan memperburuk kualitas udara, selain juga pencemaran air tanah.

"TPA Cipayung mengedepankan aktivitas timbun (dumping) bukan aktivitas mengolah seperti metode 3R: reduce, reuse, recycle dari tingkat hulu sampai ke hilir. Seperti pembuatan kompos, pemilahan, daur ulang sampah, dan pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA)," tuturnya.

Baca juga : Ingrid: Banjir Di Bekasi Dan Depok Harus Diselesaikan

Menurut Ingrid, kebijakan menekan laju volume sampah di tingkat hulu perlu dioptimalkan melalui Bank Sampah, organ yang sangat penting dalam siklus budaya 3R.

Perlu kolaborasi antara masyarakat, Pemerintah, pelaku usaha, pada aspek pemilahan dan peningkatan keekonomian sampah.

"Bank Sampah sarana kampanye 3R dan zero waste berbasis masyarakat, dalam bentuk peluang bisnis sosial yang berkelanjutan dapat memberikan nilai ekonomi penambahan nilai (added value) pada sampah sehingga menjadi lebih bernilai," ungkap Ingrid.

Data yang dimilikinya, saat ini Depok memiliki 391 bank sampah dari total 920 RW.

Padahal, strategi membangun Bank Sampah dan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) 3R menjadi solusi mengatasi darurat sampah.

"Darurat sampah di Depok perlu segera ditangani. Seperti sampai di sungai, Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) liar, dan TPA Cipayung yang sudah melebihi kapasitas," kata Wasekjen Demokrat ini.

Menurutnya, Gerakan 1.000 Bank Sampah berbasis RW menjadi gerakan industri kecil pengelolaan sampah berbasis masyarakat, atau bisa juga disebut Bank Sampah Sentra Circular Economy.

Kata Ingrid, circular economy hadir dengan mengedepankan lima prinsip: rethink, reduce, reuse, recycle, dan recovery sebagai upaya solusi permasalahan sampah melalui pemanfaatan sampah.

Baca juga : Airlangga: Industri Harus Mampu Kurangi Kemiskinan Masyarakat Sekitarnya

Baik dalam proses produksi dan konsumsi dengan pendekatan sistem ekonomi.

"Circular economy tersebut diharapkan mampu membangun paradigma di masyarakat bahwa sampah memiliki value atau nilai ekonomi setelah melalui proses pilah sampah. Peran Bank Sampah dan TPS-3R menjadi bagian ekosistem circular economy," ulas Ingrid.

Dengan persoalan ini, dirinya menganggap perlu optimalisasi transformasi pola pengelolaan kepada pengolahan sampah berbasis masyarakat.

Yakni, mengubah sistem yang berawal dari ekonomi linear menjadi ciruclar economy.

"Bank Sampah dan TPS 3R sebagai Sentra Circular Economy dapat menjadi inovasi menuju perekonomian zero waste, menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja yang berkelanjutan, dan mengurangi risiko penumpukan di TPA Cipayung," pungkas Ingrid.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.