Dark/Light Mode

Yusril: Yang Nggak Puas Hasil Pilpres, Silakan Ke MK, Bukan Ke DPR

Kamis, 22 Februari 2024 20:12 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (Foto: Instagram)
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (Foto: Instagram)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan, ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan dengan mengajukan hak angket di DPR untuk menagih pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Keberadaan hak angket memang diatur dalam Pasal 20A Ayat (2) UUD 1945. Aturan itu mengatur fungsi DPR dalam urusan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum.

Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam undang-undang, yakni undang-undang yang mengatur DPR, MPR dan DPD.

"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu, dalam hal ini Pilpres, oleh pihak yang kalah? Menurut hemat saya, tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil Pemilu, yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," jelas Yusril, Kamis (22/2/2024).

Baca juga : Yusril: Sengketa Pilpres 2024 Dibawa Ke MK, Bukan DPR

Selain itu, Pasal 24C UUD NRI 1945 menyatakan, salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil Pemilihan Umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

Yusril yang pernah menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menambahkan, para perumus amandemen UUD NRI 1945 tampak ya telah memikirkan cara paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu. Yakni melalui badan peradilan atau MK.

Hal ini dimaksudkan agar perselisihan bisa segera berakhir dan tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan, jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.

"Saya berpendapat, UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK. Karena itu, penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan," papar Yusril.

Baca juga : Jelang Hari H Pilpres, Relawan Asli Ganjarist Perkuat Struktur

Menurutnya, penggunaan angket dapat membuat perselisihan Pilpres berlarut, tanpa kejelasan kapan akan berakhir.

"Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," tegas Yusril.

Dari segi politik, Yusril khawatir hak angket digunakan oleh pihak-pihak tertentu, sebagai langkah awal untuk memakzulkan Presiden Jokowi.

"Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang. Dimulai dengan angket seperti yang mereka rencanakan, dan berakhir dengan pernyataan pendapat DPR, bahwa presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," terang Yusril.

Baca juga : PSI: Dukungan Presiden Ke Capres Bukan Dosa

Pernyataan pendapat yang diberikan DPR, harus diputus oleh MK. Kalau MK setuju, DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR.

Apakah prosesnya selesai sampai di sini? Belum. Itu masih tergantung pada MPR, apakah mau mengabulkan permintaan DPR atau tidak.

"Proses ini akan berlangsung berbulan-bulan. Saya yakin, ini akan melampaui tanggal 20 Oktober 2024, saat jabatan Jokowi berakhir. Kalau presiden baru belum dilantik pada 20 Oktober 2024, negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan," pungkas Yusril, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.