Dark/Light Mode

Rusak Demokrasi, Jangan Tunjuk TNI/Polri

Sekda, Solusi Kursi Kosong

Senin, 28 Maret 2022 07:45 WIB
Direktur Eksekutif dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati. (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Masa jabatan ratusan kepala daerah definitif, akan berakhir tahun ini. Pemerintah diharapkan tak mengangkat anggota TNI/Polri aktif sebagai Penjabat (Pj) kepala daerah, karena berpotensi merusak tatanan demokrasi, dan jebakan politik praktis.

Direktur Eksekutif dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati mengatakan, wacana pengangkatan personil TNI/Polri aktif sebagai Pj kepala daerah (kada) terus menuai polemik. Ia pun mengaku kurang setuju terhadap ide tersebut, karena anggota TNI/Polri aktif yang diangkat sebagai Pj rentan terhadap jebakan atau godaan politik praktis.

“Agenda pengangkatan personil TNI/Polri aktif sebagai Pj kepala daerah harus ditolak. Sebab, situasi kerja hingga lingkungannya, berbeda dengan di TNI/Polri. Terlebih, masa jabatan Pj untuk Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) kali ini cukup lama, yakni 2-3 tahun,” ujar Neni kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Baca juga : Kolaborasi Wacom dan ClassPoint Hadirkan Solusi Mengajar

Usul konkrit, sambung dia, pemerintah mengangkat Sekretaris Daerah (Sekda) untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah hingga kontestasi Pilkada. Sebab, Sekda lebih memahami kondisi geopolitik di daerah, serta memenuhi syarat kriteria kepangkatan. “Sekda juga tak perlu beradaptasi dengan birokrasi di daerah,” cetusnya.

Namun begitu, ia juga mengakui, adanya kekhawatiran pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penggunaan fasilitas daerah, jika mengangkat Sekda sebagai Pj kepala daerah. Sebab, Pj kepala daerah bisa menggunakan kekuatan dan pengaruhnya untuk mendukung calon tertentu.

“Potensi masalah itu, bisa diantisipasi dengan melibatkan pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan publik secara lebih luas. Mereka harus lebih ketat mengawasi Sekda, termasuk program-program di daerahnya,” tandasnya.

Baca juga : Punya Komorbid, Jangan Anggap Sepele Omicron

Senada, Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode), Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana meminta, pemerintah tak melibatkan anggota TNI/Polri aktif dalam penunjukan Pj kepala daerah. Menurutnya, hal itu bertu­juan untuk menghindari konflik kepentingan dalam Pemilu dan Pilkada mendatang.

Terpisah, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah DPRD Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Andi Bataralifu, tidak menjawab secara gamblang, apakah TNI/Polri bisa diangkat sebagai Pj kepala daerah. Menurutnya, pengangkatan Pj kepala daerah didasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) tentang Pilkada dan aturan terkait lain, seperti UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Kriteria yang kami gunakan, sesuai aturan perundang-undangan, yakni Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya dan JPT Pratama. Jadi, siapa pun pejabat yang memenuhi kriteria itu, dia memiliki ruang atau peluang untuk menjadi Pj kepala Daerah,” jelas Andi. [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.