Dark/Light Mode

DKPP: PSU Bisa Ciptakan Laporan Pelanggaran Etik

Minggu, 30 Mei 2021 06:25 WIB
Komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salamm. (Foto: Dok. DKPP RI)
Komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salamm. (Foto: Dok. DKPP RI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 diprediksi tidak bisa lepas dari masalah. Gelaran coblos ulang berpotensi menghasilkan laporan pelanggaran etik terhadap penyelenggara.

Demikian disampaikan Komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salamm. Dia menilai, Pilkada sehat idealnya adalah Pilkada yang terlaksana tanpa PSU. Adanya coblos ulang, sebut Alfitra, justru membuat laporan pelanggaran etik berpeluang terjadi.

Laporan pelanggaran etika penyelenggara, sebutnya, bisa dilakukan siapa saja. Bisa dari pihak yang kalah atau pun menang. “Jadi 16 PSU berpotensi pelanggaran etik, meskipun beberapa daerah sudah ada yang melaporkan ke DKPP,” ujar Alfitra dalam keterangannya, kemarin.

Dia menyebut, celah lahirnya laporan pelanggaran etik saat PSU karena kinerja jajaran penyelenggara. Khususnya akibat tata kelola administrasi Pemilu yang tidak baik.

Baca juga : Partai Gelora: RUU Perpajakan Jangan Rusak Pemulihan Ekonomi

Menurut Alfitra, muara permasalahan tata kelola administrasi Pemilu biasanya berasal dari data kependudukan. Mulai dari persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga masalah perekaman KTP Elektronik (e-KTP).

Selain itu, tambah Alfitra, proses rekrutmen penyelenggara Pemilu juga adalah penyebab timbulnya masalah pelanggaran etik. “Entry point disini berkaitan rekrutmen penyelenggara, aspek kualitas,” ujarnya.

Persoalan lain, lanjut Alfitra, terkait regulasi kepemiluan. Ia menilai, ke depannya perlu dipertimbangkan agar lebih menampakkan visi demokrasi Indonesia dalam Undang-Undang Pemilu dan Pilkada, alih-alih menekankan pada aspek teknis semata.

Visi demokrasi, terangnya, selain menciptakan sistem politik dan Pemilu sehat, haruslah berujung pada pemimpin atau legislator yang menekankan pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat, sebagai salah satutujuan negara, sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Baca juga : Soal Mobil Listrik, Astra Minta Kesiapan Pasarnya Juga Diperhatikan

“Visi proses demokratisasi yang lebik baik lagi, sehingga akan terpilih kepala daerah yang mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.

Diketahui, aksi saling lapor ke DKPP banyak terjadi setiap event Pilkada, bahkan saat PSU. Teranyar, Tim Hukum Paslon Gubenur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor-Muhidin (BirinMu) melaporkan dua petinggi Bawaslu Banjar ke DKPP. Keduanya adalah Ketua Bawaslu Banjar, Fajeri Tamzidillah dan Komisioner Bawaslu Banjar, Muhammad Syahrial Fitri.

Fajeri dilaporkan atas keikutsertaannya dalam penggerebekan bantuan sosial untuk korban banjir di Kelurahan Tambak Baru. Aksi itu diinisiasi Tim Divisi Hukum Paslon Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D).

“Katanya beliau hadir setelah menerima telepon dari Tim Hukum H2D. Apa tak ada screening informasi terlebih dahulu? Kasihan warga yang kemarin digerebek, apalagi terlanjur. Seolah telah melakukan kejahatan. Padahal (laporan kejadian) itu sendiri akhirnya dihentikan,” jelas Tim Hukum BirinMu, Ricky Teguh Tri Ari Wibowo.

Baca juga : PM Malaysia Tolak Seruan Lockdown

Selanjutnya, Komisioner Bawaslu Banjar, Muhammad Syahrial Fitri dilaporkan atas pernyataannya terkait status tersangka Denny Indrayana. Dalam pernyataan itu, yang bersangkutan menyebut kasus dugaan korupsi payment gateway sudah dihentikan (SP3). [SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.