Dark/Light Mode

Tolak Gagasan Ketua DPD Kembali Ke UUD 1945 Asli

Senator Papua Barat: Bikameral Adalah Amanat Reformasi

Sabtu, 21 Januari 2023 17:15 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Gagasan Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti untuk kembali ke naskah asli UUD 1945 yang dikaitkan dengan eksistensi sistem bikameral, ditentang Senator dari Papua Barat, Filep Wamafma. Menurutnya, bikameral merupakan bagian dari amanat reformasi.

Filep mengingatkan, perjuangan reformasi adalah menghilangkan sentralisasi kekuasaan pada satu lembaga, dan menegasikan lembaga yang lain. Juga, menghindari power tends to corrupt.

"Untuk mencegah pemutlakan kekuasaan, maka perlu ada mekanisme saling mengawasi, termasuk dalam legislatif. Ini juga supaya UU yang dihasilkan di kamar DPR tidak menjadi sewenang-wenang," ungkap Filep, Sabtu (21/1).

Menurut dia, sebagai Ketua DPD, semestinya yang diperjuangkan LaNyalla ialah penguatan fungsi bikameral itu. Bukan justru melemahkannya.

"Penguatannya melalui upaya afirmasi terhadap kewenangan DPD di bidang legislatif," tuturnya.

Baca juga : Pemerintah Sebaiknya Fokus Pada Permasalahannya Saja

Filep mencontohkan, di Prancis, posisi Senat dan National Assembly di Prancis sebagai lembaga bikameral adalah sama kuat dan sejajar.

"Senat dan National Assembly sama-sama memiliki kewenangan mengajukan mosi tidak percaya kepada kebijakan pemerintah,” tegas Filep.

Senator Papua Barat ini lantas menambahkan, apabila tidak ada sistem bikameral, maka tidak akan dikenal perwakilan dari daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Jika bikameral itu tidak ada, maka provinsi-provinsi DOB seperti Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, Papua Selatan, tidak akan diwakili hak-hak kedaerahannya.

"Sebagai Ketua DPD, diharapkan dapat mengajak masyarakat untuk berpikir ke depan, bukan kembali pada masa Orba dengan sentralistiknya. Bikameral bukan penyimpangan, karena amandemen Konstitusi pun bukan hal yang tabu, karena diperbolehkan secara hukum," ungkap Filep.

Baca juga : Kemendagri Minta Pemda Ngebut Bikin Perda Pajak Dan Retribusi

Menurut mantan Anggota Pansus Papua ini, apabila anggota MPR diisi oleh anggota DPR yang dipilih, utusan daerah yang diidealkan berasal dari raja-raja Nusantara dan utusan golongan diisi dari para profesional dari organisasi-organisasi, maka dikhawatirkan akan melahirkan transaksi politik.

"Akan ada kepentingan-kepentingan tertentu disana, dan hak-hak konstitusional masyarakat di luar para raja dan para profesional dikhawatirkan justru akan dikebiri dan sangat tidak demokratis," bebernya.

Dia pun menyatakan heran dengan pandangan LaNyalla. Sebab bagaimana pun, kata dia, DPD dilahirkan dari rahim reformasi.

Potret perubahan Konstitusi yang melahirkan DPD sejatinya bertujuan agar memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI.

Lalu, meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah.

Baca juga : Pariwisata Dan Transportasi Diramal Bergeliat Tahun Ini

"Serta mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang," tambahnya.

Filep juga menekankan, para wakil daerah bukanlah wakil dari suatu komunitas atau sekat komunitas di daerah yang berbasis ideologi atau parpol ataupun keturunan tertentu. Menurutnya, wakil daerah adalah figur-figur yang dapat mewakili seluruh elemen yang ada di daerah.

"Jangankan DPD, persoalan Otonomi Daerah, termasuk Otsus, juga merupakan hasil amandemen dari Pasal 18 Konstitusi. Dulu kan Pasal ini lebih menekankan streek and locale rechtsgemeenschappen atau bersifat daerah administrasi belaka," terangnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.