Dark/Light Mode

Polemik Surat Demokrat Ke Presiden

PDIP: Tidak Menjawab Adalah Jawaban Tepat

Sabtu, 6 Februari 2021 14:36 WIB
Politisi PDIP Andreas Hugo Pareira/Twitter
Politisi PDIP Andreas Hugo Pareira/Twitter

RM.id  Rakyat Merdeka - Partai Demokrat hingga saat ini masih menunggu jawaban dari Presiden Jokowi atas surat resmi yang sudah dilayangkannya. Surat tersebut berisi isu rencana pengambilalihan paksa Demokrat yang diduga melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Surat dilayangkan langsung kepada Presiden Jokowi untuk mendapat klarifikasi dari Istana. Pada Kamis (4/2), Mensesneg Pratikno mengatakan, Presiden tak perlu menjawab surat tersebut karena persoalan yang disampaikan AHY bagian dari internal partai.

"Kami rasa kami tidak perlu menjawab surat tersebut karena itu perihal rumah tangga internal Partai Demokrat yang semuanya sudah diatur di dalam AD/ART," kata Pratikno.

Ketua Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, Presiden atau Pratikno seharusnya menjawab surat yang dikirimkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait dugaan rencana pengambilalihan pucuk pimpinan Demokrat.

Baca juga : Demokrat Tegaskan Tidak Melawan Negara

"Ini harusnya dijawab, agar diberikan keyakinan supaya tak menimbulkan spekulasi," kata Herman, Kamis (4/2).

Menanggapi polemik ini, Politisi senior PDIP Andreas Hugo Pareira angkat bicara. Dia mengatakan, sikap atau jawaban presiden melalui Mensesneg atas pertanyaan AHY soal dugaan keterlibatan Moeldoko dalam kasus upaya mengkudeta Partai Demokrat, sudah sangat tepat. 

Menurut dia, pemerintahan Jokowi membuktikan tidak bisa mengintervensi partai politik.

"Melalui Mensesneg, Presiden menjawab bahwa urusan KLB (Kongres Luar Biasa) adalah urusan internal rumah tangga Demokrat. Dengan jawaban tersebut, gagal lah upaya Demokrat untuk menarik-narik seolah-olah pemerintahan Jokowi mempraktikkan politik intervensi Pemerintah pada Parpol," kata Andreas, Sabtu (6/2)

Baca juga : Komisi II: Syukur, Tidak Ada Klaster Baru Pilkada Serentak

Andreas bilang, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kasus Demokrat ini. Pertama, elite parpol harus bisa membedakan urusan internal dan eksternal partai.

"Urusan internal parpol seharusnya jangan dibawa ke ruang publik. Tidak ada manfaatnya, justru hanya mencerminkan kerapuhan kepemimpinan internal parpol," ujar Anggota Komisi X DPR ini.

Selain itu, lanjut Andreas, framing opini yang diluar konteks, nampaknya tidak laku lagi menjadi jualan politik.

Dia menambahkan, masyarakat dan media semakin kritis, sehingga menempatkan framing opini seperti halnya mensejajarkan Pemerintah Jokowi dan rejim Orde Baru.

Baca juga : Jenderal Idham Memilih Netral

"Terasa aneh dan tidak masuk akal publik," katanya. 

Untuk itu, lanjut Andreas, masyarakat tentu berharap parpol lebih profesional lagi siapa pun atau apa pun parpolnya. Dia juga berharap parpol bisa mengelola segala permasalahan dengan baik dan terukur.

"Ke depan, pandai-pandailah mengelola rumah tangga masing-masing sehingga enerji bangsa bisa lebih terkonsentrasi menyelesaikan persoalan bangsa yang lebih besar yang sedang dihadapi," sarannya. [NNM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.