Dark/Light Mode

OTT, Suap dan Success Fee

Rabu, 31 Juli 2019 06:37 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Rentetan kasus korupsi dan banyaknya pejabat yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) termasuk suap di Republik ini hampir semuanya bermuara kepada satu peristilahan yang telah merata digunakan di setiap proyek termasuk transaksi jabatan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

Peristilahan dimaksud yaitu soal manajemen fee atas proyek atau success fee atas posisi birokrasi. Namanya macem-macem tapi intinya sama saja: setoran “jatah preman” alias japrem. Peristilahannya dibuat keren tapi menyesatkan.

Antara lain: success fee, marketing fee, arrangement fee atau network fee. Istilah-istilah ini seringkali tidak jelas besaran persentasenya. Sudah pastinya pagu pembiayaannya sama sekali tidak ada kaitan dengan jenis pekerjaan proyeknya.

Seringkali bahkan besaran fee dibuat tidak masuk akal. Yang menjadi korban adalah penerima proyek atau yang sudah kebelet posisi birokrasi yang harus akhirnya mengorbankan mutu dan kinerja.

Baca juga : Amal Baik Nama Baik

Spec-nya dikurangi abis untuk mengejar setoran fee dan kinerja birokrasi yang jauh dari good corporate governance dan clean government. Bancakan.

Terlalu banyak yang harus dibagi dan terlalu banyak jaringan back up politik untuk mengamankan posisi. Maka rusaklah proyek pembangunan Indonesia dan rusak sistem birokrasi kita.

Sudah menjadi tradisi dan konvensi tidak tertulis bahwa dalam setiap anggaran proyek dan jabatan disertakan di dalamnya manajemen fee atau success fee. Fee inilah yang akan mengalir sampai jauh, mempergendut rekening para oknum pejabat negara dan pengurus partai berkuasa.

Karena urusan fee inilah banyak yang harus digiring ke hotel prodeo. Sudah banyak korban terjerat urusan managament dan atau success fee ini.

Baca juga : Manuver Pilpres 2024

Hampir semua tingkatan. Pusat dan daerah. Pejabat legislatif, eksekutif dan juga yudikatif termasuk petinggi partai.

Pernah kena semuanya. Tak ada henti-hentinya dari dulu sampai sekarang. Tidak ada yang mengambil pelajaran. Apa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat dan mempermalukan tidak memberi efek jera sepertinya.

Sepertinya harus dibuat lebih dramatis lagi bahwa siapa saja yang terbukti korupsi harus menerima risiko public hummi liation. Dipermalukan secara terbuka sehingga menimbulkan jera. Semua mata harus lebih awas.

Karena negara sudah memberi mandat kepada semua kita untuk berpartisipasi dalam pengawasan tindak pidana korupsi. Ada imbalan bagi siapa saja yang mampu melaporkan kejahatan kemanusiaan korupsi.

Baca juga : King Maker Formasi Kabinet

Semoga program ini menstimulasi semua untuk secara dekat memantau gerakan para penjahat maling negara. Ini untuk Indonesia yang bersih korupsi. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :