Dewan Pers

Dark/Light Mode

Kemiskinan Akut Melilit Parpol

Kamis, 12 Januari 2023 06:18 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Mendengar sindiran Megawati, mestinya partai politik malu dan tercambuk. Ketua Umum PDI-P itu menyindir parpol yang mendompleng dan mengusung capres dari luar, bukan dari kader sendiri.

Sejauh ini, PDI-P memang berhasil melahirkan dan mengusung kadernya menjadi Presiden. Jokowi misalnya. Atau sekarang, ada nama Ganjar dan Puan.

Dari Pilpres 2004 sampai 2019, sebenarnya parpol sudah mencalonkan dan mengusung kader sendiri. Sayangnya, dua pemilu terakhir, 2014 dan 2019, tidak semua parpol punya kader yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi. Ini masalahnya.

Berita Terkait : Koalisi dan Dark Comedy

Kita mulai dari Capres 2004. Semuanya kader parpol. Ada Gus Dur (PKB)-Marwah Daud Ibrahim. Lalu Amien Rais (PAN)-Siswono Yudo Husodo; Hamzah Haz (PPP)-Agum Gumelar. Juga ada Megawati (PDI-P)-Hasyim Muzadi dan SBY (Demokrat)-JK, serta Wiranto (Golkar)-Salahuddin Wahid.

Di Pilpres 2009, ketiga capres juga berasal dari ketua umum parpol; SBY-Boediono, Megawati-Prabowo, Jusuf Kalla-Wiranto. Hanya Boediono yang bukan orang parpol.

Memasuki Pilpres 2014, parpol-parpol mulai kehilangan roh. Kader terbaik untuk menjadi capres, sangat minim. Bahkan ketua umumnya pun tak ada yang muncul.

Berita Terkait : Dicari, Menteri Plus-plus

Pilpres 2014 mencuatkan fenomena baru: lahirnya sosok Jokowi yang “bukan siapa-siapa”. Bukan ketua umum parpol. “Hanya” berstatus Gubernur DKI Jakarta. Tapi, sebenarnya, Jokowi “sudah dibentuk” sejak masih menjabat Walikota Solo.

Yang menarik, Demokrat sebagai partai penguasa, tak berhasil memunculkan kadernya sendiri. Demokrat seperti melepas Pilpres 2014. Pilihan ini bisa berdampak cukup lama.

Partai-partai besar, seperti Golkar atau PKB, juga belum bisa mengusung kadernya sendiri. Belum bisa menembus papan atas. Pilpres 2014 hanya diikuti Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta Rajasa.
 Selanjutnya