Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
RM.id Rakyat Merdeka - Uang Rp 600 miliar bisa buat apa saja. Kalau untuk membangun satu sekolah berbiaya Rp 2,5 miliar, bisa membangun 240 sekolah.
Kalau untuk Puskesmas, sama saja. Ratusan jumlahnya. Untuk biaya membangun jembatan atau perbaiki jalan rusak, juga tak kalah banyak serta panjangnya.
Uang Rp 600 miliar ini bukan untuk anggaran pembangunan sekolah, puskesmas atau memperbaiki jalan rusak. Tapi, biaya untuk menjadi Ketua Umum Golkar.
“Kalau sekarang Anda mau jadi ketua Golkar, jangan harap kalau Anda tidak punya modal Rp 500 miliar-Rp 600 miliar,” ungkap mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla. Berita ini dimuat Rakyat Merdeka, di halaman 1, Selasa (1/8).
Mantan Wapres yang sekarang menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini menuturkan, biaya politik untuk menjadi ketua umum tersebut tidak hanya terjadi di Golkar. Partai lain juga sama.
Baca juga : Memahami Tiwikrama Politik
Sebenarnya ini bukan kabar mengejutkan. Yang agak mengejutkan karena jumlahnya baru terungkap. Bagi sebagian orang yang terlibat politik, kabar ini sebenarnya tak aneh atau baru-baru amat. Sudah lama. Dan wajar.
Untuk menjadi anggota DPR atau kepala daerah misalnya, butuh biaya tak sedikit. Pramono Anung, politisi PDIP yang sekarang menjabat Sekretaris Kabinet, dalam disertasi doktornya meneliti fenomena ini. Dia mengungkap biaya untuk menjadi anggota DPR.
Public figure seperti artis, bisa menghabiskan Rp 200 juta hingga Rp 800 juta. Aktivis parpol sekitar Rp 500 juta sampai Rp 2 miliar. Kalau seorang pengusaha, lebih banyak lagi: Rp 6 miliar.
Penelitian Pramono ini dilakukan terhadap anggota DPR 2009. Sekarang, tentu lebih mahal lagi. Apalagi harga-harga sudah melonjak tinggi. Saat itu, BBM premium masih Rp 4.500 per liter.
Kalau kursi kepala daerah, termasuk kursi kepala desa, juga ada harganya. Bupati atau walikota sekitar Rp 20 miliar-Rp 30 miliar. Kursi gubernur, bisa mencapai Rp 100 miliar. Data ini bersumber dari KPK.
Baca juga : Hijrah Cara Berpolitik
Untuk kepala dinas, kepala bagian, atau kepala-kepala lainnya di daerah, juga ada tarifnya. Tarif ini pernah terungkap dalam persidangan seorang kepala daerah yang ditangkap KPK karena terlibat kasus jual beli jabatan.
Kalau diurut-urut lagi, masih panjang daftarnya. Lebih panjang dari daftar harga menu di restoran.
Belum lagi daftar tarif untuk mengamankan kasus. Kasus yang sekarang sedang ramai misalnya, kasus korupsi BTS, nilainya sangat fantastis. Biaya “pengamanannya” sampai ratusan miliar rupiah.
Daftar “harga kursi” dan tarif-tarif ini seperti melecehkan dan membuang jauh-jauh etika, integritas dan kapasitas. Sangat menyedihkan.
Dampaknya juga sudah banyak dibeberkan. Tapi sampai sekarang, seperti tak terselesaikan. Begitu-begitu saja.
Baca juga : Ini 5 Besar Pengamat Politik Yang Paling Disukai Netizen
Sama seperti warung kaki lima di pinggir jalan, atau perusahaan panci, semuanya perlu balik modal. Atau, harus meraup untung sebanyak-banyaknya.
Bagaimana caranya supaya bisa meraup untung? Semua sudah tahu. Tak perlu dijelaskan. Yang diperlukan, justru jalan keluarnya. Bahkan, jalan ini pun sebenarnya sudah ada. Tinggal diwujudkan saja.
Kok tidak dilaksanakan? Nah, ini mungkin perlu studi banding dulu. Di luar negeri. Bukan di dalam negeri.(*)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya