Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kontroversi Film Sejarah

Kamis, 1 Oktober 2020 05:02 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI sekarang jadi kontroversi. September-Oktober tahun depan, juga mungkin masih jadi kontroversi. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Lalu kenapa tidak membuat film baru. Bisa jadi alternatif. Masyarakat tinggal memilih mau menonton yang mana. Serahkan ke selera pasar.

Ini tantangan buat sineas Indonesia. Karena, dinamika sosial politik di seputaran peristiwa tragedi 30 September, mulai 1960 sampai 1964/65, sangat menarik. Bisa melahirkan banyak tema. Beragam sudut pandang. Dari rakyat kecil sampai pejabat.

Ini memang sensitif. Apalagi menyangkut sejarah. Tentu multitafsir. Di sinilah tantangannya: bagaimana membuat sinema yang “netral”. Juga berkualitas.

Baca juga : Anwar Hilang Sabarnya

“Syarat” lainnya: sebisa mungkin hindari glorifikasi. Karena, salah satu kritik terhadap film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI adalah glorifikasi yang besar terhadap Soeharto.

Ini wajar. Karena, film ini dibuat di era Orde Baru. Nuansa propagandanya kental. Sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Peran besar bisa dia kecilkan, peran kecil bisa dibesarkan. Yang tidak ada bisa diadakan, yang ada bisa dihilangkan.

Bahkan, di dunia sinema, yang kalah pun bisa menulis sejarahnya sendiri. Di film Hollywood misalnya, Amerika Serikat yang babak belur dalam perang Vietnam, justru menjadi pahlawan super lewat aksi John Rambo di film Rambo yang berseri itu.

Namun, Hollywood juga banyak menampilkan sisi lain yang bertolak belakang dengan Rambo. Ada alternatif. Misalnya, film-film yang disutradarai veteran perang Vietnam, Oliver Stone. Salah satunya, peraih Oscar 1987 sebagai film terbaik: Platoon. Ini film berkualitas. Menampilkan sisi lain dari sebuah peperangan.

Baca juga : MotoGP : Rossi Out, Vinales Juara

Mestinya, sineas Indonesia juga berani menampilkan film-film yang memotret kehidupan sosial politik di era sebelum 1965 maupun sesudahnya. Film yang bukan hanya memotret sejarah, tapi juga berkualitas.

Memang sempat ada beberapa film seputaran 1965, misalnya “Surat dari Praha” yang menggambarkan para mahasiswa Indonesia yang “terjebak” di luar negeri setelah peristiwa G30S PKI. Tapi, belum banyak.

Ada juga film lain yang menggambarkan Indonesia di seputaran 1965. Judulnya, The Year of Living Dangerously. dibintangi Mel Gibson. Film ini mengantarkan Gibson menjadi bintang Hollywood.

Ini film produksi Australia. Tahun 1982. Pengambilan gambarnya di Filipina. Karena, di Indonesia dilarang. Peredarannya juga dilarang oleh Orba.

Baca juga : Kontroversi `Pasukan Rajawali`

Sangat mungkin, film inilah yang menginspirasi pemerintah Orba, pada 1983, memulai perencanaan produksi film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI.  Film yang sekarang menjadi kontroversi.

Tahun depan juga mungkin masih menjadi kontroversi. Karena, film sejarah adalah sebuah penafsiran.  Tidak ada yang bisa mengatur imajinasi dan interpretasi. Yang membedakannya: kedewasaan menyikapinya.

Apakah bangsa ini sudah dewasa untuk menyusun skenario dan menyutradarai sendiri "filmnya"? Kita lihat saja apa yang terjadi sekarang. Juga tahun-tahun berikutnya.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.