Dark/Light Mode

Hening Politik

Selasa, 12 Maret 2019 08:12 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Saya pernah merasakan suasana Nyepi waktu tinggal di Bali. Itu tahun 90- an. Suasananya memang hening. Sangat sepi. Senyap. Semua aktivitas dihentikan. Termasuk bandara dan pelabuhan, kecuali rumah sakit.

Saya yang tinggal bersama teman-teman Bali yang beragama Hindu, ikut merasakan suasana itu. Semua melakukan perenungan. Introspeksi. Bicara pun pelan sekali. Dijaga benar. Tidak ada yang teriak.

Baca juga : "Gakribet”

Teman-teman saya berdoa, memohon supaya “bhuana kecil” (diri sendiri) dan “bhuana besar” (jagat raya) disucikan. Dibersihkan dari segala kekotoran, menyambut tahun baru Saka.

Dalam hitungan kalender, tahun ini dimulai sejak 78 Masehi. Tahun ini Hari Raya Nyepi jatuh pada 7 Maret. Hari Kamis. Kejepit dengan libur Sabtu-Minggu. Beberapa teman memanfaatkan untuk berlibur. “Saya ingin lepas dari hiruk-pikuk Jakarta.

Baca juga : Tak Sekadar Eufemisme

Puasa bicara dan baca politik,” kata seorang kawan. Tepat. Nyepi di tahun politik. Karena, selama setahun ini, jagat Indonesia dipenuhi aroma dan atmosfer politik. Saling sindir. Saling serang. Saling membuka borok. Saling ejek.

Termasuk para elitenya. Gas terus. Apalagi di kalangan rakyat. Sangat menegangkan. Media sosial, seperti grup-grup WA, Facebook, Twitter dan Instagram dipenuhi info-info yang memprovokasi dan memperpanas suasana.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.