Dark/Light Mode

Bukan Hanya MRT

Kamis, 21 Maret 2019 07:13 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Saya mencoba MRT, kemarin. Dari Stasiun Bundaran HI ke Lebak Bulus. Pulang pergi. Satu jam. Kesannya: Wow! Penumpang antusias. Tua, muda, anak-anak sekolah, pekerja kantoran.

Ada juga yang bawa keluarga. Banyak yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Rame. Heboh. “Serasa di Singapura. Negara kita naik kelas. Canggih. Kenapa tidak dari dulu ya,” kata salah seorang penumpang dari rombongan ibu-ibu berseragam kaos biru.

Perbandingan terdekat memang Singapura. Negara tetangga. Negeri Singa itu sudah mengoperasikan Mass Rapit Transit (MRT) sejak 1987. Namun, ada bedanya dengan Indonesia.

Ketika mengoperasikan MRT, Singapura sudah punya budaya antre dan budaya bersih. Ketika MRT hadir, tak ada yang terlalu kaget. Warga Singapura sudah siap. Bersih, iya. Antre, juga sudah terbiasa.

Baca juga : Parpol Dan Menteri

Denda macam-macam, juga sudah diterapkan. Bahkan ada denda yang terlihat sepele, seperti denda meludah di depan umum atau membuang ampas permen karet sembarangan.

MRT mempercepat budaya tersebut. Ketika MRT hadir, warga Singapura sudah dipindahkan ke rumah susun yang terintegrasi dengan MRT. MRT juga terhubung dengan pusat-pusat perbelanjaan.

Ini bedanya dengan Indonesia. MRT yang akan diresmikan Presiden Jokowi 24 Maret mendatang, justru diharapkan bisa menjadi lokomotif budaya baru. Misalnya, budaya antre, bersih, tetap waktu dan melek teknologi.

MRT juga belum terintergasi dengan baik. Tak apalah. MRT lebih dulu atau budaya antre dan bersih dulu, tidak masalah. Itu hanya soal waktu. Namun, hanya jangan hanya mengandalkan MRT. Perlu ada keselarasan dan akselerasi.

Baca juga : Tombak Debat

Kebijakan lain. Misalnya, dengan menciptakan slogan, gerakan atau kampanye berbarengan dengan “demam MRT” ini. Singapura, dulu, melahirkan slogan “Bersih dan Hijau”.

Dengan slogan itu, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew bahkan melahirkan “paket komplet” dengan ide-ide besar. Misalnya, mengubah undang-undang kesehatan masyarakat, mengembangkan sistem pembuangan limbah yang tepat dan langkah-langkah pengendalian penyakit.

Di Jakarta, momentum demam MRT ini bisa dibarengi misalnya dengan lomba kantor, pabrik, toko, pasar, sekolah, RT, RW, kelurahan, halte bus, gedung pemerintah atau swasta yang paling bersih dan paling kotor.

Atau, boleh juga kalau misalnya diadakan gerakan “bersih-bersih toilet” sekolah yang melibatkan guru dan murid, di akhir pekan. Banyak cara untuk memanfaatkan hadirnya MRT ini.

Baca juga : Awasi Daerah

Lagi pula, kasihan MRT kalau hanya dia sendiri yang dibebani tugas sebagai agen dan lokomotif perubahan. Kita tunggu program-program Pemprov DKI. Sayang kalau demam MRT ini berlalu begitu saja.**

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.