Dark/Light Mode
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
RM.id Rakyat Merdeka - Walau sedikit panas, apakah Pilpres 2019 akan mengulangi ending 2014? Pilpres 2014. Saat itu, sama seperti sekarang, usai pencoblosan, quick count langsung digelar oleh beberapa lembaga survei. Kalau 2019, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, harus menunggu jam 15.00 sore baru bisa mengumumkan hasil quick count; pada 2014, bisa lebih cepat.
Hasil sejumlah quick count menyatakan: Jokowi-JK menang. Namun, di sebuah kawasan di Jakarta Selatan, pasangan Prabowo-Hatta mengeluarkan pernyataan sebaliknya: pasangan merekalah yang menang.
“Kami bersyukur bahwa semua keterangan yang masuk menunjukkan bahwa pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hatta, mendapat dukungan dan mandat dari rakyat Indonesia,” kata Prabowo penuh semangat. Dia kemudian melakukan sujud syukur hampir sepuluh detik.
Mahfud MD, yang saat itu menjadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, juga ikut menegaskan bahwa kemenangan berada di pihaknya. Belasan hari menungu hasil resmi dari KPU, suasana cukup tegang. Saling klaim terus terjadi. Saat penghitungan di KPU, saksi dari pihak Prabowo melakukan walk out. Prabowo juga mengirim surat dan sempat dibacakan di KPU. Isinya: menolak hasil rekapitulasi suara.
KPU akhirnya memutuskan: Jokowi-JK menang dengan suara 70.997.851. Prabowo-Hatta meraup 62.576.444. Persentasenya: 53,15 vs 46,85 persen. Prabowo rupanya masih tetap bertahan. Pertarungan kemudian dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pihak Prabowo mengaku memiliki data kecurangan di lebih dari 50 ribu TPS. Jumlah suaranya 21 juta. Cukup untuk membalikkan hasil KPU. Setelah 28 hari, MK membacakan putusan yang sangat tebal: 4.390 halaman. Dibacakan selama tujuh jam secara bergantian oleh sembilan hakim mahkamah. Hasilnya: Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Secara konstitusional, selesai. Namun, simbolisasi resmi kemenangan dan kekalahan terjadi saat Jokowi mengunjungi Prabowo di kediamannya di Kebayoran Baru.
Ketika bertemu, Prabowo mengangkat tangannya dan memberi hormat kepada Jokowi. Jokowi tak kalah santunnya, membalas dengan membungkukkan badannya agak rendah ke arah Prabowo. Sah. Tiga hari kemudian Jokowi-JK dilantik. Prabowo-Hatta diundang. Mereka datang. Dalam sambutannya, Jokowi menyebut Prabowo sebagai “rekan dan sahabat baik saya”. Prabowo tersenyum. Hangat.
Case closed. Selesai. Namun, keterbelahan antar pendukung sulit direkatkan, terutama di akar rumput. Biaya dan dampak sosial ini sangat mahal. Sampai sekarang. Inilah pelajaran paling berharga dari demokrasi yang hanya melibatkan dua kandidat, yang oleh para pendukungnya disikapi dengan “hitam putih” yang sangat ekstrem. Apakah happy ending 2014 akan terulang di 2019 ini? Semoga. ***
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.