BREAKING NEWS
 

Angka Gagal Bayar Diprediksi Meningkat

Kredit Macet Di Bank Syariah Bisa Meroket

Reporter : DWI ILHAMI
Editor : ESTI FITRIA WULANDARI
Kamis, 30 Juli 2020 07:37 WIB

RM.id  Rakyat Merdeka - Industri perbankan syariah diminta waspada. Pasalnya, dampak pandemi Covid-19 semakin terasa. Angka kredit gagal bayar diprediksi meningkat. Hal ini bisa mengakibatkan kredit macet meroket.

Jauh sebelum pandemi, kondisi perbankan syariah bisa dikatakan cukup baik. Pertumbuhannya bahkan capai dua digit di atas pertumbuhan bank konvensional, dengan capaian market share yang mulai naik di atas 5 persen. Namun sejak pandemi menyerang, industri yang dinilai tahan banting ini ternyata ikut terseok-seok.

Pengamat keuangan syariah dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI Yusuf Wibisono, secara umum sektor perbankan, baik konvensional maupun syariah sama-sama menghadapi tantangan berat. Terutama masuk semester II-2020 ini.

“Sebelum pandemi, rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) syariah cukup tinggi di 3-4 persen. Saat pandemi, industri harus bersiap ancaman NPF bisa tembus 5 persen.

Hal ini terlihat juga dari indikator makro yang akan mulai terasa di sektor riil ke nasabah bank syariah,” jelasnya kepada Rakyat Merdeka.

Meski saat ini memasuki era kenormalan baru, namun demand belum terlalu tinggi. Sehingga bisnis belum berjalan baik sepenuhnya. Pelaku industri belum banyak yang bangkit, sehingga pelaporan gagal bayar juga akan tinggi.

Baca juga : Airlangga Hartarto Bikin Prestasi Wushu Mengkilat di Pentas Dunia

Untuk itu ia meminta, agar kebijakan restrukturisasi dan subsidi bunga benar-benar dimanfaatkan secara baik oleh perbankan syariah karena dapat menekan NPF.

Menurut dia, sekarang cukup sulit berbicara pertumbuhan bagi perbankan syariah. Meski sebelum pandemi pertumbuhannya sangat baik. Namun untuk 2020, bisa bertahan saja bagi perbankan syariah sudah beruntung.

“Pembiayaan tumbuh 1-2 persen saja tahun ini sudah Alhamdulillah. Bahkan saya pikir bisa saja zero persen. Saya nggak berani nyebut berapa. Mudah-mudahan bisa 5 persen, harus tetap optimis,” katanya.

Menyoal ini, dalam diskusi virtual dengan OJK, Ketua Umum Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Toni EB Subari mengatakan, pihaknya tetap optimistis, di semester II-2020 perbankan syariah tetapmampu menyalurkan pembiayaannya dalam mendukung perekonomian nasional.

“Tetapi bank pasti tetap harus hati-hati dengan strateginya masing-masing agar pembiayaan dan DPK (Dana Pihak Ketiga) positif,” jelas Toni, yang juga Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri (Mandiri Syariah).

Adsense

Tak jauh berbeda, Pemimpin Divisi Kesekretariatan dan Komunikasi Perusahaan BNI Syariah Bambang Sutrisno bersyukur, per Mei 2020 BNI Syariah masih memiliki tingkat likuiditas yang baik.

Baca juga : Di Masa Wabah Corona Korban Diminta Berani Melapor

Dari sisi penghimpunan dana, BNI Syariah memiliki DPK sebesar Rp 43,32 triliun pada Mei 2020, tumbuh signifikan 20,4 persen year on year (yoy).

Sedang dari sisi pembiayaan, BNI Syariah telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 31,42 triliun, atau naik 1,2 persen (yoy).

“Sampai akhir 2020, BNI Syariah akan sangat fokus pada upaya-upaya untuk memitigasi dampak dari Covid-19 dari sisi keberlangsungan operasional, serta kualitas pembiayaan dengan senantiasa menjaga likuiditas,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

Ia optimistis dan berharap semoga pandemi ini segera berakhir, sehingga kehidupan perekonomian dapat kembali normal.

Warning Menkeu

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan industri perbankan syariah harus berhati-hati dalam menghadapi kondisi saat ini.

Baca juga : Hanya Berdampak Ban Kempes, Ledakan di Menteng Diduga Berasal Dari Petasan

Untuk itu ia menyarankan agar pelaku industri perbankan syariah mulai merevisi target pertumbuhannya.

“Perbankan syariah harus mulai melakukan revisi target pertumbuhan, sama seperti perbankan yang lain,” katanya.

Ia menegaskan, risiko yang timbul untuk perbankan syariah dalam bentuk peningkatan rasio pembiayaan macet (NPF). Risiko ini yang juga nantinya menentukan industri perbankan syariah bisa kembali bangkit atau tidak.

“Perbankan syariah juga tak luput dari risiko pengetatan likuiditas. Sama seperti yang dialami perbankan konvensional saat ini,” imbuh Menteri Sri.

“Waspadai risiko peningkatan kesulitan likuiditas, penurunan aset keuangan, penurunan profitabilitas dan risiko pertumbuhan perbankan syariah yang mengalami pelambatan atau bahkan negatif,” warning-nya.

Dari data OJK, per Mei 2020 pertumbuhan pinjaman yang diterima (PYD) di bank syariah sebesar 10,14 persen year to date (ytd). Di sisi aset juga tumbuh 9,35 persen ytd dan DPK tumbuh 9,24 persen. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense