BREAKING NEWS
 

7 Manfaat Bisa Dipetik Petani Sawit Dari Program PSR, Tapi Terkendala Ini...

Reporter : M ADE AL KAUTSAR
Editor : UJANG SUNDA
Kamis, 23 Juni 2022 16:23 WIB
Kepala Dinas Perkebunan Jambi Agus Rizal (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Berbagai masalah menyelimuti petani kelapa sawit, dari mulai rendahnya produktivitas hingga keberlanjutan (sustainability). Namun, semua hal tersebut bisa diatasi oleh adanya program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Hal tersebut mengemuka dalam Webinar Seri 6 bertema “Dampak Positif Program Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit” yang diselenggarakan Media Perkebunan didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kepala Dinas Perkebunan Jambi Agus Rizal menyatakan, ada banyak manfaat dari program PSR.

Pertama, petani menjadi berlembaga. “Pelaksanaan PSR harus berupa kelembagaan petani, membuat lembaga petani yang sebelumnya mati suri menjadi aktif kembali dan menjadi wadah bagi penyaluran aspirasi petani,” ucapnya, dalam keterangan yang diterima redaksi, Kamis (24/6).

Kedua, jaminan pelaksanaan usaha sawit yang berkelanjutan. Kebun yang diremajakan mengikuti standar pembukaan lahan tanpa bakar, terjaminnya bibit yang digunakan bersertifikat, dan perawatan serta pemupukan sesuai dengan standar teknis.

Baca juga : Bank DKI Manfaatkan Digitalisasi Untuk Perkuat Program Pemprov Jakarta

Ketiga, peningkatan pada produktivitas. Ketika mengajukan peremajaan, umur tanaman sawit kurang lebih 30 tahun dengan produksi 1.000 kilogram tandan buah segar (TBS) per hektare (ha) per bulan. PSR dengan penggunaan benih bersertifikat dan perawatan/pemupukan yang baik, sekarang pada umur 28 bulan produksi mencapai 750 kg TBS ha per bulan.

Keempat, tumpang sari pada lahan perkebunan. “Dengan PSR petani kemudian mengupayakan lahan dengan melaksanakan tumpang sari sawit dengan tanaman pangan untuk mendapatkan nilai tambah,” jelas Agus.

Kelima, petani lebih tahu tentang budidaya sawit yang benar. Petani menjadi paham dan melaksanakan usaha sawit sesuai dengan standar teknis budidaya.

Adsense

Keenam, penjualan sawit dilaksanakan kelembagaan dalam kemitraan dengan PKS. Ketujuh, tertib administrasi. “Petani menjadi tertib dalam pelaksanaan pelaporan dan pertanggungjawaban dana peremajaan,” jelas Agus.

Baca juga : Buruan Daftar! QuBisa Bikin Program Gratis Untuk Pemuda Hadapi Industri 4.0

Namun, untuk mengajukan PSR, petani masih mengalami beberapa kendala. Kendala yang paling krusial yakni masih ada lahan petani yang diklaim masuk daerah kawasan hutan.

Dalam kesempatan itu, Wiwik dari Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menguraikan bahwa hutan mempunyai peran strategis. Peran hutan adalah sistem penyangga kehidupan; sumber plasma nutfah; komponen penting dalam perubahan iklim; faktor penting dalam siklus tata air; fungsi sosial dan ekonomi masyarakat; sumber penyedia ruang.

"Namun, permasalahannya adalah terdapat lahan kebun sawit masyarakat di dalam kawasan hutan tetapi belum mendapat legalitas dari KLHK. Sehingga dalam hal ini kita terus cari solusinya,” jelas Wiwik.

KLHK sudah mengidentifikasi dan menginventarisasi sawit rakyat dalam kawasan hutan dengan beberapa tahapan. Pertama, KLHK telah berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, untuk mengumpulkan data sawit rakyat (by name, by address, by location/tabular dan peta spasial).

Baca juga : Manfaat Dirasakan Petani, Realisasi KUR Hingga 15 Juni 2022 Tembus Rp 46,6 Triliun

Kedua, melakukan pengumpulan Data Permohonan Masyarakat Kepada KLHK melalui Perhutanan Sosial dan TORA. Ketiga, mengkompilasi data Permohonan Sawit Rakyat untuk penyelesaian melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan PP Nomor 24 Tahun 2021. “Nah terkait dengan legalitas inilah, masih ada beberapa kebun sawit rakyat yang berada dalam daerah kawasan sehingga legalitasnya belum pasti,” jelas Wiwik.

Ada beberapa dasar hukum penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan. Solusi penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan tertuang dalam Pasal 110B Undang-Undang Cipta Kerja dan PP 24 Tahun 2021. “Bahkan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus-menerus dengan luasan paling banyak 5 hektar, dikecualikan dari sanksi administratif,” jelas Wiwik.

Hal ini diharapkan menjadi solusi dalam mengatasi lahan petani yang sudah dibudidayakan selama puluhan tahun.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense