RM.id Rakyat Merdeka - Kedua hadis di atas terkesan Nabi membatasi perempuan untuk menjadi pemimpin, namun jika disimak dan didalami konteksnya, justru Nabi memberikan peluang kaum perempuan menjadi pemimpin jika ia mengupayakan kemampuan diri menjalankan fungsi kepemimpinan itu.
Baca juga : Menghargai Kepemimpinan Perempuan (1)
Hal ini bisa difahami bahwa Nabi seolah dalam kapasitasnya sebagai pengamat politik yang tahu akibat yang akan terjadi manakala kepemimpinan diberikan kepada orang yang tidak siap. Bukan karena perempuan tetapi karena ketidak siapan putri Raja Kisra Persia mengemban amanat berat itu. Apalagi Nabi tahu persis jika musuh bebuyutannya Romawi Byzantium sedang berada di puncak kekuatan saat itu.
Seandainya Nabi tegas menolak perempuan menjadi pemimpin maka redaksinya mungkin bukan menggunakan kata seperti di dalam hadis di atas. Nabi tahu peran seorang Khadijah di dalam memimpin perusahaannya Ketika ia masih di Mekah. Nabi tidak pernah memberikan pembatasan kepada isterinya untuk beraktifitas di dunia publik. Nabi bahkan tunduk di bawah inisiatif isterinya untuk mengendalikan perusahaan yang sekian lama ia geluti.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.