RM.id Rakyat Merdeka - Kenapa angka Covid-19 melonjak di sekolah? Banyak penyebabnya. Ini “salah tiganya”?
Pertama, kelas yang terisi penuh seratus persen, saat pertemuan tatap muka. Kalau dalam satu kelas ada 35-40 anak dan dalam satu sekolah jumlahnya ratusan, siapa yang bisa mengawasi mereka sepenuhnya? Apalagi kalau banyak yang belum divaksinasi, risikonya kian tinggi.
Kedua, pengawasan usai sekolah. Kalau setingkat SD, pasti dijemput. Kalau SMP dan SMA, siapa yang bisa mengawasi mereka selepas dari gerbang sekolah?
Baca juga : Menggeser Keyakinan Politik
Lihat saja di kantin-kantin dekat sekolah, anak-anak berkumpul. Nongkrong Berinteraksi, walau sebentar, karena mereka sudah lama belajar online.
Selepas sekolah, tidak sedikit yang satu kendaraan, mobil atau motor. Bahkan dengan riang gembira berbonceng bertiga. Istilah mereka, “cengtri”. Tanpa masker.
Main ke rumah teman, juga jadi pilihan. Ketika bermain, siapa yang bisa mengontrol protokol kesehatannya? Apakah masker masih dipakai? Apakah masih jaga jarak? Sulit.
Ketiga, hasil test yang baru disampaikan 3-4 hari. Lama sekali. Berisiko.
Rudi misalnya, sebut saja begitu. Dia kelas 9 atau 3 SMP di Jakarta. Di kelasnya ada yang positif Covid-19.
Oleh sekolah, dia disarankan untuk melakukan test PCR. Beberapa anak ada yang melakukan tes mandiri, karena keterbatasan kuota. Siapa yang memastikan murid yang tes mandiri ini?
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.