Dark/Light Mode

Prof Nanat Fatah Natsir

Kalau Anggarannya Besar, Tak Perlu Rektor Asing untuk Majukan Perguruan Tinggi Kita

Selasa, 13 Agustus 2019 20:18 WIB
Prof Nanat Fatah Natsir (Foto: Dok Pribadi)
Prof Nanat Fatah Natsir (Foto: Dok Pribadi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rencana Pemerintah mengimpor rektor asing demi meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia terus mengundang polemik. Prof Nanat Fatah Natsir ikut angkat bicara. Menurutnya, yang perlu dilakukan Pemerintah adalah meningkatkan anggaran. Bukan mengimpor rektor asing. Berikut kutipan pernyataan lengkapnya:

Bagaimana pendapat Anda terhadap Pemerintah mengimpor rektor dan profesor asing dalam rangka menanggulangi ketertinggalan kualitas perguruan tinggi (PT) kita?

Dilihat dari aspek semangatnya, perlu diacungi jempol. Sebab baru sekarang seorang Presiden memerhatikan PT sampai bicara rektor dan profesor. Namun, perlu dipertimbangkan juga, apakah solusi untuk menanggulangi ketertinggalan PT kita itu, sudah didahului hasil riset yang akurat. Sebab faktor penyebab ketertinggalan PT kita itu banyak. Tidak tunggal. Bisa disebabkan faktor rendahnya anggaran, kurang tepatnya kurikulum, rendahnya kualitas dosen, sarana prasarana yang kurang, mungkin juga kualitas kepemimpinan rektor yang rendah.

Mengapa PT kita, tidak ada yang masuk 100 besar dari 500 PT Versi Q.S. WUR? UGM hanya rangking 320, UI rangking 296, dan ITB rangking 331.

Faktor penyebabnya banyak. Salah satunya rendahnya anggaran pendidikan. Bangsa kita mengganggarkan biaya pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Itu baru terlaksana 10 tahun setelah reformasi. Pada saat periode terakhir Presiden SBY dan periode pertama Presiden Jokowi.  Pada masa Orde Baru dan Orde lama, anggaran pendidikan bangsa kita di bawah 5 persen dari APBN.

Padahal, bangsa-bangsa lain yang masuk rangking PT-nya 100 besar dunia, mereka sudah berpuluh tahun menganggarkan pendidikan di atas 20 persen dari APBN-nya. Misalnya Amerika Serikat, China, Jepang, Australia, Norwegia, Finlandia, bahkan negara tetangga kita Malaysia, dan Singapura.

Baca juga : Pemerintah Pusat Akan Back Up Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Jateng

Dampak rendahnya anggaran pendidikan itu memengaruhi rendahnya pengadaan sarana dan prasarana, gaji profesor, rektor, penelitian, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Gaji seorang profesor di Malaysia kalau dirupiahkan sekitar Rp 60 juta. Di kita, hanya Rp 20 juta. Maka profesor di Malaysia dia hanya mengajar di satu PT saja. Di kita, karena untuk mencari tambahan penghasilan, bisa mengajar di mana-mana. Gaji rektor di kita hanya Rp 6 juta. Di Malaysia, kalau dirupiahkan di atas Rp 60 juta. 

Demikian juga, rendahnya anggaran memengaruhi juga rendahnya produktivitas dosen dalam penelitian. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Padahal, salah satu kriteria penilaian masuk 500 besar PT dunia itu adalah produktivitas penelitian dosen. Contoh dari data Kemristiek Dikti 2017, 3 PTN kita yang masuk 500 Perguruan Tinggi dunia di-support dana internasionalisasi dari APBN sebesar kalau dirupiahkan Rp 87 miliar. Malaysia berhasil memasukkan 6 PTN dalam rangking 500 besar PT dunia, di-support dana internasionalisasinya sebesar Rp 21,75 triliun. Singapura 2 PT masuk 100 besar PT dunia, yaitu NUS dan NTU, di-support dana internasionalisasinya sebesar Rp 58 triliun.

Jadi, wajar kalau dilihat dari perbandingan anggaran dari tiga negara di Asia Tenggara, jika kita masih tertinggal oleh Malaysia dan Singapura. Sebab, anggaran kita rendah.

Apa tugas pendidik, termasuk rektor, dalam UUD 1945?

UUD 1945 mengamanatkan bahwa pendidikan siselenggarakan dalam rangka meningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia, mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal 31 ayat 3 UUD 1945). Karena itu, tugas seorang rektor dalam penyelenggaraan pendidikan, bukan hanya mencerdaskan mahasiswanya, tapi juga berkewajiban membina keimanan dan ketakwaannya. 

Nah, bagaimana kalau rektor orang asing itu dari negara asing. Hal ini berarti penyelenggaraan PT kita tidak sejalan dengan semangat UUD 1945. Padahal pemerintahan Presiden Jokowi memprogramkan dengan revolusi mental dan program Nawacita untuk membangun bangsa. Dalam budaya bangsa kita, yang faternalistik, yang cenderung selalu melihat dan mencontoh yang di atas, rektor akan menjadi idola yang selalu diteladani.

Baca juga : Migrant Care Desak Capres Bahas Perlindungan Pekerja Migran

Bagaimana sebaiknya untuk meningkatkan kualitas PT kita?

Pertama, anggaran PT kita ditingkatkan. Seperti di negara-negara lain. Khususnya untuk penelitian. Agar para dosen produktif dalam melakukan inovasi keilmuan dan sesuai dengan bidangnya.

Kedua, rektor dibebaskan dari tugas mengajar. Ia fokus mengelola PT-nya agar berkualitas. Di samping itu, gaji yang wajar sebagaimana layaknya di PT lain di luar negeri. Demikian juga profesor, digaji yang wajar seperti di Malaysia dan Singapura, sehingga dia tidak mengajar lagi di PT lain untuk mencari tambahan penghasilan karena tidak cukup.

Ketiga, rektor/calon rektor belajar menjadi rektor (magang) di negara yang PT-nya sudah maju sekurang-kurangnya 1 tahun. Keempat, banyak rektor/mantan rektor kita yang relatif berhasil dalam memimpin PT-nya. Baik negeri maupun swasta. Sebaiknya mereka dimanfaatkan kembali untuk menjadi rektor atau konsultan rektor.

Bagaimana tentang profesor asing di PT kita?

Mengundang profesor asing mengajar di PT kita tidak masalah. Bahkan sudah berjalan. Tapi sebatas dosen tamu, jangan permanen. Bahkan sebaiknya, ditingkatkan jumlahnya dosen dan mahasiswa kita untuk kuliah di luar negeri pada PT ternama.

Baca juga : Maunya Hasto, Golkar Dan PKB Mampu Kalahkan Gerindra

Bagaimana kiat kita untuk meningkatkan pembiayaan PT kita yang tidak tergantung APBN?

Di Amerika, untuk mencari dana bagi PT menggalakkan dana abadi. Namanya  endowment funds. Tahun 2016 misalnya Universitas Harvard memiliki dana sebesar 35,6 miliar dolar AS, Universitas Yale sebesar 20,7 miliar dollar AS, Universitas Princeton sebesar 18,8 miliar dollar AS, Universitas Stanford sebesar 18,7 miliar dolar AS, Intitut Teknologi Massachusetts sebesar 10,8 miliar dollar AS. Dana ini dihimpun dari donatur masyarakat untuk membiaya PT. Baik untuk gaji rektor, dosen, penelitian, perpustakaan, termasuk mengundang para profesor dari luar negeri. Bahkan beasiswa bagi mahasiswa dan dosen. 

Dalam bentuk lain, di Al-Azhar University dikenal istilah Wakap Produktif untuk PT. Sehingga Al-Azhar University kaya. Bahkan dapat membantu pemerintah yang mengalami defisit anggaran. Karena itu Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk menghimpun dana endowment fund atau wakaf produktif agar pembiayaan PT tidak tergantung semuanya kepada pemerintah.

Apa saran terakhir Anda untuk impor rektor asing ke PT kita?

Membina, memotivasi, dan memanfaatkan SDM bangsa sendiri untuk menjadi rektor, dengan menyiapkan anggaran optimal merupakan langkah yang lebih bijaksana daripada mengundang bangsa lain menjadi rektor yang belum tentu berhasil.

Prof Nanat Fatah Natsir, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung Periode 2003-2011

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.