Dark/Light Mode

Sering Disalahkan Pasien BPJS

Dokter, Produsen Obat Dan Rumah Sakit Ngeluh

Selasa, 2 April 2019 08:38 WIB
Ilustrasi (Foto : Istimewa).
Ilustrasi (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Masalah defisit keuangan yang dialami BPJS Kesehatan jelas mengganggu pemberian layanan kepada para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kini tidak hanya pasien yang mengeluh. Kalangan dokter, produsen obat, dan pengelola rumah sakit juga mengalami dampaknya.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Daeng M. Faqih menuturkan, defisit keuangan yang dialami BPJS berdampak pada seluruh pihak yang terkait, mulai dari rumah sakit hingga pasien. “Kondisi defisit keuangan itu paling banyak berdampak pada pelayanan fasilitas kesehatan kepada pasien,” katanya di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, Kalau defisit nggak dibayar kemudian rumah sakit gagal bayar kepada pihak ketiga, akibatnya rumah sakit menunggak pembiayaan obat-obatan dan peralatan kesehatan penunjang. Jika ini terjadi pada obat-obatan dengan bahan habis pakai jelas saja akan menghambat kerja dokter dalam menangani pasien.

Daeng menjelaskan, jika suatu rumah sakit tidak bisa menangani pasien dikarenakan keterbatasan obat-obatan dan peralatan akan berakibat pada merujuknya pasien ke rumah sakit lain. Dalam kondisi ini, pasien akan mengalami keterlambatan dalam penanganan yang berdampak pada kondisi kesehatannya.

“Penanganan pasien itu kan ada masa emasnya, kan ada 'golden period' -nya. Itu yang bisa hilang,” terangnya. Selain itu, masalah keuangan pada BPJS Kesehatan juga berimbas pada tenaga kesehatan yaitu dokter dan perawat yang tertunggak dibayarkan jasanya. Oleh karena itu defisit keuangan pada Program JKN sangat mendesak untuk diselesaikan.

Baca juga : Sabet Penghargaan Dari Asian Banker, BRI Diakui Dunia

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi, Dorodjatun Sanusi mengusulkan, perubahan mekanisme penyediaan obat bagi peserta untuk mengurangi beban BPJS Kesehatan yang masih menanggung beban utang Rp3,6 triliun kepada perusahaan obat-obatan.

Utang sebesar itu dapat mengganggu proses produksi hingga distribusi obat. Sebagai solusi, GP Farmasi menyarankan perubahan mekanisme penyediaan obat yang memungkinkan masyarakat ikut aktif dalam penyediaan obat.

"Mekanisme free and fee ini bersifat co-payment sehingga ada obat yang gratis dan berbayar sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem ini bisa meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh, tanpa menambah beban pemerintah dan BPJS Kesehatan," terangnya.

Untuk mendukung skema yang disarankan tersebut, dibutuhkan pelibatan asosiasi profesi, seperti dokter dan spesialis, agar dapat menyusun petunjuk pelaksanaan yang detail atas kewajiban rincian komponen obat per jenis penyakit yang sesuai dengan International Therapeutic Management.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Noor Arida Sofiana menekankan pentingnya penyempurnaan pengelolaan BPJS Kesehatan, meskipun secara regulasi rumah sakit swasta tidak diwajibkan berpartisipasi. Namun demikian peran rumah sakit swasta tetap menjadi kunci dalam mendorong keberhasilan program JKN.

Baca juga : Presiden Beri Bantuan Pembangunan Rumah Korban

Dia mengungkapkan, ada beberapa masalah yang dihadapi rumah sakit swasta terkait kecepatan dan ketepatan pembayaran tagihan oleh BPJS Kesehatan yang dinilai cukup lambat. Seperti kekosongan obat di rumah Sakit, dan obat yang diperlukan terlambat datang.

“Terdapat cukup banyak tunggakan pembayaran obat sehingga rumah sakit harus bertahan dengan pembayaran tagihan tertunda yang pada gilirannya mengganggu arus kas kami,” ujar Arida. Supaya rumah sakit terus berjalan, karena pembiayaannya paket dengan Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs), maka rumah sakit harus melakukan upaya kendali mutu dan biaya.

Arida mengatakan, untuk mengatasi masalah seperti kekosongan obat dan keterlambatan pembayaran obat, rumah sakit menggunakan dana talangan. Ini adalah program yang dilakukan pemerintah agar rumah sakit bekerja sama dengan bank yang ditunjuk BPJS Kesehatan sebelum tarif rumah sakit dibayarkan.

"Namun kendalanya rumah sakit juga harus membayar bunga bank. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan saat terlambat juga harus membayarkan denda yang harus dibayarkan rumah sakit," tandasnya.

Terkait kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia, BPJS Kesehatan berhasil menagih piutang senilai Rp26 miliar dari badan usaha terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini diungkap Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi.

Baca juga : Produk Ekspor Diharap Tingkatkan Daya Saing

"Kami sudah berikan 3.224 SKK (surat kuasa khusus) di seluruh Indonesia, termasuk juga menyelamatkan piutang Rp26 miliar di 2018 di seluruh Indonesia," katanya.

Bayu menerangkan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di 514 kabupaten-kota sejak 2017. Namun, pemberian SKK dari BPJS Kesehatan ke Kejaksaan belum optimal dengan hanya 92 SKK. [OSP

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.