Dark/Light Mode

Ancaman Krisis Pangan Serius

Rehabilitasi Lahan Bekas Eksplorasi Tambang Dong

Sabtu, 30 Maret 2019 10:59 WIB
Ilustrasi (Foto :Istimewa).
Ilustrasi (Foto :Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Ancaman krisi pangan yang mulai menghinggapi berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, merupakan penurunan derajat kemanusiaan. Sekaligus merendahkan martabat sebuah bangsa.

Karena itu, jutaan hektare lahan bekas tambang yang dibiarkan terbengkalai, harus segera direhabilitasi. Lalu diolah kembali sebagai lahan produksi hasil pertanian. Demi ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.

Demikian pula dengan banyaknya lahan kritis di Tanah Air, yang belum diolah dengan baik untuk sumber pangan. Harus dikembangkan untuk menghasilkan sumber-sumber pangan di masa depan.

Hal itu ditegaskan Pengamat Kebijakan Publik Parahyangan Thomas Sitepu, usai bertemu dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Energi, Sumber Daya Manusia (Menko Kemaritiman) Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, di Kantor Kemenko Maritim, Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Selasa (26/3) lalu.

Baca juga : Jual Beli Jabatan Ada Di 13 Lembaga Pusat Daerah

Menurut Aktivis Senior Angkatan 66 ini, sebuah bangsa akan sangat jatuh harkat dan martabatnya, jika tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat di negerinya. “Malu kita, jika rakyat dan negara kita selalu dihadapkan pada krisis pangan. Negeri kita memiliki lahan yang luas, subur. Harusnya melimpah bahan makanan. Kok bisa krisis pangan?,” tuturnya.

Lebih lanjut, pria yang pernah menjadi anggota DPRD termuda di Jawa Barat ini menegaskan, saat ini, Indonesia memiliki jutaan lahan bekas tambang yang masih bisa direhabilitasi dengan cara yang efektif dan tidak mahal. Kemudian, bisa dijadikan ladang-ladang pertanian sumber pangan.

Menurut Sitepu, mewujudkan swasembada pangan dan kedaulatan pangan di Indonesia tidaklah sulit. Seiring visi misi pemerintah dalam Nawacita, lanjutnya, seharusnya ladang-ladang terlantar itu bisa segera direhab dan ditanami bahan pangan. “Banyak tenaga ahli terdidik di bidang pertanahan dan pertanian di Indonesia.

Para pakar yang mengerti betul mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan itu. Pertaruhan kita saat ini, menjaga harkat dan martabat bangsa ini, dengan tidak membiarkan ancaman krisis pangan melanda,” tuturnya.

Baca juga : Karni Ilyas: Saya Tidur Subuh, Bangun Siang

Sitepu mengungkapkan, dalam pertemuannya dengan Luhut, rencana rehabilitasi lahan-lahan eks tambang dan lahan-lahan kritis untuk sumber pangan, menjadi salah satu prioritas yang akan segera dilakukan. “Pak Luhut Panjaitan sudah mengetahui dan menyatakan akan ditindaklanjuti,” ujar Thomas.

Terkait upaya menggeber rehabilitasi dan pemanfaatan lahan eks tambang ini, pakar Ekonomi Lingkungan dan Energi Universitas Parahyangan (Unpar) FX Husin mengatakan, semua itu nyata bisa diwujudkan cukup dengan political will dan komitmen pemerintah saja, Husin mengusulkan pemerintah, agar segera menghitung luas lahan bekas tambang dan lahan-lahan tidak produktif.

Selanjutnya, direhabilitasi dan diolah sebagai ladang-ladang produsen pangan nasional. “Lahan eks tambang yang lebih dari 8 juta hektar, perkiraan kita saat ini, sangat potensial dan bisa direhabilitasi untuk dijadikan sumber bahan pangan yang besar,” tuturnya.

Sejak awal, lanjut Husin, dia menawarkan salah satu solusi mengatasi krisis pangan adalah memberdayakan lahan-lahan bekas tambang. Menurut dia, pengelolaan lahan-lahan itu, ditambah lahan yang selama ini tidak produktif pun, bisa dikembangkan untuk sumber pangan di masa depan.

Baca juga : Yusril Bersedia Jadi Kuasa Hukum Warga Kampung Japat

Husin mengatakan, konsesi tambang memang masih ada pemiliknya, walaupun ditelantarkan. Seharusnya, pemerintah mengakui perjanjian konsesi yang telah disetujui itu. “Itu perlu untuk menjamin kepastian hukum investasi,” ujarnya. Sebenarnya, lanjut Husin, para pengusaha sudah memiliki deposit dana untuk rehabilitasi.

Namun, sering kali dana itu habis dimakan sejumlah oknum kepala daerah dan oknum pejabat. Sehingga proses rehabilitasi lahan-lahan eks tambang itu tidak berjalan. “Dalam konsesi tambang itu, biasanya ada klausul, mereka harus melakukan rehabilitasi lahan.

Jadi, pemerintah tinggal menerapkan aturannya. Misalnya, dalam tiga bulan harus sudah dilakukan rehabilitasi. Bila tidak, hak konsesi dibatalkan, kemudian diambil lagi oleh negara melalui pemerintah,” tutur Husin.

Setelah lahan-lahan diambilalih, lanjut Husin, persoalan belum selesai. Pemerintah sering kali tidak bisa melakukan apapun, lantaran mengalami kekosongan anggaran untuk melakukan rehabilitasi itu. [JON]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.