Dark/Light Mode

Pemanfaatan PCM sebagai Thermal Energy Storage Guna Tingkatkan Efisiensi Panel Surya

Rabu, 28 Desember 2022 22:15 WIB
Panel surya sebagai energi ramah lingkungan (Foto: Dok. Pertamina)
Panel surya sebagai energi ramah lingkungan (Foto: Dok. Pertamina)

Indonesia merupakan negara dengan konsumsi energi listrik terbesar ke-5 di dunia. Badan Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat mencatat bahwa Indonesia telah mengkonsumi energi listrik sebesar 281.53 TWh pada tahun 2021. Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi listrik per kapita Indonesia pada tahun 2020 mencapai 1,08 GWh. Konsumsi ini terus mengalami peningkatan sejak tahun 2014 saat konsumsi listrik per kapita masih sekitar 0,88 GWh.

Pada tahun 2020, daya mampu nasional paling tinggi dipegang oleh PLTU dengan persentasi sebesar 45,98 persen (Ditjen Ketenagalistrikan Kementrian ESDM, 2021). PLTU di sisi lain memiliki kekurangan yakni menghasilkan gas buang berupa NOx dan SO2 yang merupakan komponen utama dalam pembentukan hujan asam dan polusi PM 2,5 yang akan berdampak sangat buruk terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. International Energy Agency (IEA) mengungkap bahwa bahan bakar fosil yang digunakan dalam PLTU berkontribusi 44 persen dari total emisi COdi dunia (Greenpeace Indonesia, 2016). Sehingga, diperlukan energi listrik alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk membantu mengurangi masalah lingkungan dan kesehatan yang ada di dunia.

Indonesia merupakan negara maritim beriklim tropis yang dialui oleh garis khatulistiwa. Hal ini mengakibatkan berlimpahnya potensi sumber cahaya matahari di Indonesia. Rata-rata intensitas harian radiasi sinar matahari di Indonesia sekitar 4.8 kWh/m2 dan berpotensi menghasilkan kurang lebih 207,9 GWp (Gigawatt-peak) energi listrik (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi/BPPT), 2021). Berdasarkan data Rencana Strategis Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2015-2019, total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di seluruh Indonesia baru mencapai 86 MWp atau hanya 0,02 persen dari total potensinya pada akhir tahun 2017. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa energi listrik bertenaga surya memiliki potensi yang sangat besar agar dapat membantu pasokan energi listrik di Indonesia.

Baca juga : Kemenaker Dan APO Jalin Kerja Sama Tingkatkan Produktivitas Ketenagakerjaan

Panel surya akan menghasilkan energi listrik yang besar saat menerima radiasi matahari yang besar pula. Namun, semakin tinggi radiasi matahari semakin tinggi pula temperatur udaranya. Kelemahan panel surya adalah mengalami penurunan efisiensi apabila temperatur yang diterima panel surya melebihi temperatur optimalnya pada temperatur 25ºC. Kenaikan temperatur ini akan melemahkan tegangan yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur sel surya sebesar 10ºC (dari 25ºC), akan mengurangi sekitar 0,4 % dari total tenaga yang dihasilkan (Widodo et al., 2015). Diperlukan media pendinginan yang tepat agar masalah kenaikan pada temperatur panel surya dapat teratasi sehingga efisiensi panel surya dapat meningkat.

Secara garis besar, terdapat 2 jenis sistem pendinginan panel surya, yakni sistem pendinginan aktif dan sistem pendinginan pasif. Sistem pendinginan aktif seperti penggunaan blower sebagai pengkonveksi paksa ataupun penggunaan air yang dialirkan di atas permukaan panel surya memerlukan daya listrik dari luar untuk mengoperasikan blower dan pompa. Sementara, sistem pendinginan pasif tidak memerlukan daya dari luar dan dapat menurunkan temperatur panel surya secara natural. Sehingga, Inovasi yang digunakan adalah pendinginan pasif dengan menggunakan Phase Change Material (PCM).

PCM adalah material yang dapat berubah fasa pada suhu tertentu dalam pola solid-liquid dan sebaliknya. Saat material berubah fasa dari padat menjadi cair, PCM menyerap kalor laten dari lingkungannya yang berperan dalam meningkatkan energi atom atau molekul penyusunnya sehingga ikatan atom mengendur dan material berubah dari padat menjadi cair. Pemadatan adalah kebalikan dari proses ini, dimana material melepas kalor laten ke lingkungannya dan molekul kehilangan energi lalu menyusun diri ke fase padatnya. Cara kerja PCM sebagai pendingin pasif panel surya adalah dengan cara menyerap kalor yang diterima oleh panel surya agar temperatur permukaan panel surya menurun. Salah satu jenis PCM organik yang paling banyak digunakan adalah parafin dan lilin lebah (beeswax).

Baca juga : IPCC Terminal Kendaraan Luncurkan Customer Care Station

Lilin lebah merupakan PCM alami yang dihasilkan oleh lebah dengan nama latin genus apis dan memiliki titik leleh yang berkisar di suhu 60°C - 67°C serta memiliki rumus CH15H31COOC30H61. Lilin lebah berisikan senyawa ester (-COO-) yang berasal dari asam lemak (fatty acid) dan beberapa rantai alkohol panjang. Parafin adalah jenis PCM yang paling umum dengan sebagian besar berisi campuran rantai panjang n-alkane CH3-(CH2)-CH3 dan memiliki titik leleh berkisar di 46°C - 68°C. Parafin lebih terjangkau dan lebih mudah ditemukan dibandingkan lilin lebah. Sementara, lilin lebah memiliki efektivitas lebih tinggi namun memiliki harga yang lebih tinggi dibanding parafin.

Inovasi ini dapat diaplikasikan dengan cara meleburkan PCM terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam wadah aluminimum hingga PCM kembali ke fasa solid kemudian wadah aluminium tersebut ditempelkan pada sisi belakang panel surya. Selanjutnya, panas pada permukaan panel surya akan terkonduksi ke arah sisi belakang panel surya lalu terkonduksi lagi ke dinding wadah PCM sehingga PCM dapat menyerap panas yang mengakibatkan temperatur permukaan panel surya dapat menurun dan efisiensi panel surya meningkat. (Thaib et al., 2018) melakukan penelitian guna mempertahankan permukaan panel surya agar tetap berada pada temperatur yang tidak jauh berbeda dari temperatur ambient. PCM yang digunakan adalah lilin lebah dengan parafin sebagai pembanding. Dari hasil penelitian, didapat bahwa panel surya tanpa PCM memliki temperatur dengan rentang 46°C - 49°C dan efisiensi listriknya mencapai 7,2-8,8 persen. Sementara, panel surya yang meggunakan lilin lebah memiliki temperatur yang relatif rendah yakni 33°C - 34°C dan efisiensi listriknya meningkat sekitar 9,1- 9,3 persen. Hal ini membuktikan bahwa PCM dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi panel surya.

Tak hanya membantu meningkatkan efisiensi panel surya, konsep penyerapan dan pelepasan kalor yang dimiliki oleh PCM menjadikannya dapat digunakan sebagai media penyimpan energi kalor atau Thermal Energy Storage (TES) yang dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air hingga pembangkit listrik di luar panel surya. Energi berupa kalor yang sebelumnya diserap dan disimpan oleh PCM dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain, salah satunya adalah dengan menggunakan kalor yang diserap sebagai pemanas air atau water heater untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri perhotelan dan lain sebagainya sehingga dapat lebih ekonomis karena berasal dari energi terbarukan. Dalam skala besar, kalor yang diserap oleh PCM ini juga dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik sehingga pasokan energi listrik ramah lingkungan semakin bertambah.

Baca juga : Mantan Pemain Timnas Galang Dana Untuk Bantu Korban Gempa Cianjur

Peningkatan efisiensi panel surya menggunakan PCM memang masih tergolong kecil. Meski demikian, PCM mempunyai prospek yang menjanjikan guna membantu manusia dalam beralih sepenuhnya menuju energi bersih baru-terbarukan. Penggunaan PCM sebagai metode pendinginan panel surya terbilang lebih murah, reliable, dan sederhana dibandingkan metode pendinginan panel surya menggunakan air atau metode pendinginan aktif lainnya yang masih memerlukan daya listrik dari luar dan memerlukan perawatan yang rumit. Terlebih lagi, PCM tidak menghasilkan emisi sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Desain sistem pendinginan yang tepat tentunya akan membantu mempercepat proses konduksi dari permukaan panel surya menuju PCM sehingga efisiensi panel surya akan lebih meningkat. Hasil yang diharapkan dari inovasi ini adalah dapat membantu manusia memenuhi kebutuhan listrik serta membantu transisi energi menuju energi ramah lingkungan sehingga dapat mengatasi permasalah polusi dan perubahan iklim yang saat ini tengah dihadapi dunia sesuai dengan komitmen net zero emission yang telah dideklarasikan Indonesia.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.