Dark/Light Mode

Heboh Blockchain, Kripto Dan NFT, Calon Investor Perlu Terapkan Prinsip Kehati-Hatian

Minggu, 16 Januari 2022 20:58 WIB
Ilustrasi. (IST)
Ilustrasi. (IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tren non-fungible token (NFT) kian ramai di Indonesia setelah seorang pemuda asal Semarang berjuluk Ghozali Everyday, sukses menjual foto selfie dirinya dalam bentuk NFT hingga belasan miliar rupiah.

Karena ramai berita foto selfie seseorang laku miliaran sebagai NFT, banyak orang Indonesia mulai latah ingin mencari peruntungan melalui investasi NFT.

Baik untuk menjual maupun membeli dengan harapan nilainya akan naik. Produk yang dijual sebagai NFT meliputi kue lapis, produk baju, dan juga foto KTP.

Menyikapi fenomena tersebut, Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen mengingatkan, sebelum memutuskan berinvestasi pada kripto atau NFT, ada baiknya calon investor mempelajari terlebih dahulu secara mendalam supaya tidak mengalami kerugian besar.

Hal ini karena sulit memberi nilai instriksi pada produk virtual yang sepenuhnya ada di dunia maya seperti kripto dan NFT.

Menurutnya, Kripto maupun NFT juga tidak memiliki sektor riil atau asset riil yang menunjang harga atau nilai pasar. Dan tidak didukung oleh bisnis utama atau underlying.

Baca juga : Jokowi Tegaskan Komitmen Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Dengan Prinsip Keadilan

"Nilai pada produk-produk tersebut sepenuhnya diserahkan kepada tangan-tangan tidak terlihat. Jadi kripto maupun NFT lebih besar faktor spekulasi daripada investasinya," tegas Hendra, Managing Partner Frans & Setiawan Law Office, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Minggu (16/1/2022).

Hendra mencontohkan, masyarakat mungkin ingat, beberapa tahun belakangan, cukup banyak perusahaan sekuritas dan asuransi di Indonesia mengalami kesulitan finansial akibat salah menempatkan investasi di pasar saham maupun obligasi.

Investor yang mencoba mendapatkan kembali investasi mereka tersebut dengan berbagai macam cara termasuk membuat pengaduan ke DPR, kementerian terkait dan mengajukan gugatan perdata maupun PKPU dan pailit, namun nyaris tidak ada yang berhasil.

"Menanamkan uang di perusahaan yang memiliki underlying dan aset riil saja ternyata perlu kehati-hatian, tentu prinsip ini perlu semakin diterapkan sebelum menanamkan investasi di produk yang fundamentalnya tidak jelas seperti kripto dan NFT," kata Advokat penerima penghargaan sebagai Rising Stars Lawyer dari Indonesia versi majalah Asian Legal Business edisi Maret 2020 itu.

Dikatakan, berinvestasi pada produk dengan fundamental rendah selalu beresiko. Hendra juga mengingatkan soal krisis global tahun 2008 yang disebabkan oleh produk mortgage-backed securities (MBS) dan collateralized debt obligations (CDO).

Dijelaskan, surat berharga MBS dan CDO tersebut berasal dari berbagai Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) di Amerika yang tidak diteliti kemampuan membayar dari debitur KPR.

Baca juga : Hadir Di Ideafest 2021, Danone Indonesia Sampaikan Peduli Kesehatan

Akibatnya kata dia, ketika para debitur ramai-ramai tidak membayar KPR mereka karena berbagai alasan, pasar MBS dan CDO runtuh seketika dan merugikan para investor.

"Krisis tahun 2008 yang dikenal sebagai subprime mortgage ini membangkrutkan perusahaan pialang besar seperti Fannie Mae, Freddie Mac, Lehman Brothers sampai menimbulkan kerusakan parah pada sistem perbankan negara Islandia," papar Hendra.

Selain itu lanjut mantan Tim Hukum Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin ini, perlu juga dipertimbangkan dampak kerusakan lingkungan karena proses komputansi terkait blockchain, kripto dan NFC membutuhkan konsumsi energi yang luar biasa besar.

Dikatakan, Analisis Universitas Cambridge menemukan bahwa penambangan bitcoin mengkonsumsi 121,36 terawatt-per jam / tahun.

Sebagai ilustrasi, jumlah ini mengalahkan konsumsi kumulatif aktivitas di Facebook, Microsoft, Apple dan Apple. Dampaknya dari penelitian Universitas Columbia, bitcoin dapat mendorong pemanasan global lebih dari 2°C.

Data Digiconomist menunjukan bitcoin menghasilkan sekitar 96 juta tons karbondioksida per tahun, setara jejak karbon negara-negara kecil.

Baca juga : Cegah Bencana, Ketum PKB Minta Pembukaan Lahan Pertanian Tak Babat Hutan

"Ini baru satu bitcoin dan belum menghitung kegiatan terkait blockchain," imbuhnya.

Menurutnya, sebagai produk digital, tidak ada batasan untuk menghasilkan kripto dan NFC yang lahir dari teknologi blockchain. Namun sumber daya alam bumi untuk terus menerus memproduksi energi sebesar itu sangat terbatas.

"Baru-baru ini saja Indonesia sampai harus melarang ekspor produk batubara karena PLN kekurangan pasokan. Larangan ini menyebabkan krisis listrik di berbagai negara lain," katanya.

Jadi kata Hendra, para calon investor dan investor perlu secara hati-hati menghitung.

"Apakah keuntungan dari blockchain, kripto dan NFC lebih banyak manfaat atau mudharat bagi diri sendiri dan/atau kelanjutan kehidupan manusia di muka bumi, di tengah pencairan es di Kutub Utara yang semakin meluas sebagai akibat pemanasan global?" tanya Hendra. [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.