Dark/Light Mode

Untung Rugi Pelarangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng

Bunuh Tikus, Kok Lumbungnya Yang Dibakar

Sabtu, 23 April 2022 09:36 WIB
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio (Foto: Istimewa)
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Presiden Joko Widodo resmi melarang pengusaha mengekspor bahan baku minyak goreng atau CPO (crude palm oil), mulai Kamis (28/4).

Kebijakan ini dimaksudkan agar harga minyak goreng dalam negeri murah, dan pasokannya kembali melimpah.

Di atas kertas, sepertinya ini bagus. Tapi, bagaimana untung rugi kebijakan ini?

Pengamat Kebijakan Publik yang juga Founder and Managing Partners PH&H Public Policy Interest Group, Agus Pambagio menuturkan sejumlah catatan.

Menurut Agus, ada sejumlah dampak negatif yang harus diperhatikan. Pertama, komoditi hasil tanaman sawit di dalam negeri akan over supply. Kelebihannya, bisa mencapai 60 persen.

Baca juga : Atur Tata Niaga Migor, Jangan Dilepas Ke Pasar

Kedua, dampak pelarangan ekspor, perusahaan besar akan mulai mengurangi produksi CPO dan minyak goreng. Kenapa? Karena kapasitas tanki timbun CPO penuh dan terbatas.

Ketiga, beberapa perusahaan akan berhanti membeli sawit petani atau sawit rakyat, yang besarnya mencapai 40 persen. Akibatnya, hasil panen petani tidak terserap.

Otomatis penghasilan petani sawit akan terganggu. Ini kemungkinan akan memunculkan masalah baru.

Keempat, pendapatan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) akan kosong, karena tidak ada pungutan ekspor yang di-collect. Akibatnya, program biodiesel stop. Maka, solar Pertamina akan langsung minus 30 persen.

Saat ini, ketersediaan solar sudah langka. Ditambah lagi, nanti kelangkaan solar biodiesel. Kecuali, Pertamina harus menambah lagi impor solar 30 persen lebih banyak.

Baca juga : Penyaluran BLT Minyak Goreng Lancar, KPM Senang Bisa Langsung Belanja

Untuk diketahui, pembuatan biodiesel selama ini dibiayai dari BPDPKS berdasarkan Peratuan Menteri ESDM No 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Permen ESDM No 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel), yang berlaku sejak 1 Januari 2016.

Sedangkan BPDPKS adalah unit organisasi noneselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

Kelima, akibat pelarangan ekspor CPO, devisa dari ekspor sawit dan turunannya akan nol. Sehingga, neraca perdagangan Indonesia langsung defisit.

Keenam, lalu apa keuntungan dari pelarangan ekspor CPO? Harga minyak goreng di dalam negeri, memang akan sangat turun. Dan cuma ini untungnya. Tetapi, harus mengorbankan penerimaan devisa negara.

Menurut Agus Pambagio, seharusnya kebijakan yang tepat adalah memberantas suap dan korupsi di rangkaian industri sawit dan penerimanya. Bukan dengan melarang ekspor CPO.

Baca juga : Jokowi Senang Dan Puas

“Jangan mau membunuh tikus, tapi lumbungnya yang dibakar,” katanya.

Kecerdasan para pembantu Presiden, lanjut Agus, sangat diperlukan untuk menangani krisis minyak goreng saat ini.

“Supaya pengambilan kebijakan Presiden jos gandos,” cetus Agus Pam, seraya menyampaikan salam dari penggemar gorengan. [Ratna Susilowati]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.