Dark/Light Mode

Pengamat Beri Respons Positif Terkait Pembatasan Pupuk Subsidi

Selasa, 19 Juli 2022 11:33 WIB
Ilustrasi Pupuk subsidi/Ist
Ilustrasi Pupuk subsidi/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Tata Cata Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan tata kelola pupuk bersubsidi.  

Terganggunya rantai pasok barang dan jasa selama pandemi Covid-19, efek buruk secara ekonomi dan politik akibat perang Rusia-Ukraina, serta saran dan evaluasi Panja DPR-mengenai pupuk bersubsidi dan kartu tani, merupakan alasan pemerintah menerbitkan aturan baru terkait pupuk subsidi.

Menanggapi itu, beberapa pengamat pertanian dan ekonomi berikan tanggapan cukup positif. Seperti yang dijelaskan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf MP yang tidak mempersoalkan terkait peraturan tersebut.

Menurutnya, hal yang terpenting bagi petani bukan hanya aturan, juga ketersediaan pupuknya.

Baca juga : Hadi: Pecat Dan Hukum!

"Peraturan seperti apapun yang dibuat Pemerintah, petani tidak bisa tidak harus ikut atau patuh, bukan karena persoalan kebijakan makro," jelasnya kepada media melalui pesan tertulis, Senin (18/7). 

Selain itu, Prof Rauf juga tidak mempersoalkan soal jenis pupuk yang nantinya akan terfokus Urea dan NPK, karena unsur mineral tertentu memang dibutuhkan demi kesuburan tanaman. 

"Apapun jenis pupuknya, tidak masalah yang penting memiliki kandungan unsur hara esensial N, P, dan K (untuk tanaman pangan). Akan lebih baik bila diperhatikan juga yang mengandung unsur hara S (sulfur) untuk tanaman bawang,”’ujarnya.

Yang penting, harus dijamin kontinuitas ketersediaannya di lapangan serta pupuk yang disubsidi berorientasi pada kebutuhan hara bagi tanaman.

Baca juga : Pupuk Indonesia Putus Rantai Penyelewengan Pupuk Subsidi

Namun, Prof Rauf juga memberikan saran dan masukan terhadap pemerintah. Dalam hal ini pihak Kementan sebagai pihak yang menentukan alokasi penyaluran pupuk, serta Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) yang memiliki tanggung jawab produksi dan distribusi pupuk bersubsidi tersebut, harus lebih tanggap menyediakan pasokan pupuk yang memadai.

"Saya juga sebagai Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Deli Serdang, selalu berada di lapangan (bersama petani), yang selalu mengeluhkan keberadaan atau ketersediaan pupuk yang mereka butuhkan," kata Prof Rauf.

Sementara, pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah, Surya Vandiantara memberikan uraian serta dukungan dalam kebijakan pupuk bersubsidi.

"Dalam perspektif ekonomi, Pementan Nomor 10/2022 ini sangat jelas menunjukkan keberpihakan Kementerian Pertanian pada petani kecil yang memiliki luas lahan tidak lebih dari 2 hektar," jelasnya.

Baca juga : Oknum Polisi Bantu Tersangka KPK Kabur Ke Papua Nugini

Menurutnya, peranan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dipandang sebagai langkah konkret pemerintah dalam mengatasi ketidakmampuan petani kecil memperoleh pupuk.

Penetapan patokan HET untuk pupuk bersubsidi ini, tentunya dapat melindungi para petani kecil dari kenaikan harga pupuk yang tidak terkontrol. 

“Sehingga, para petani kecil bisa memaksimalkan keuntungan dari penurunan biaya produksi atas pembelian pupuk yang lebih murah," jelasnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.