Dark/Light Mode

Komponen Mahal, Mobil Setrum Perlu Diberikan Insentif Pajak

Minggu, 28 Juli 2019 07:55 WIB
Ilustrasi mobil listrik milik Blue Bird Group (Foto: oto)
Ilustrasi mobil listrik milik Blue Bird Group (Foto: oto)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara melihat secara ekonomis mobil listrik terlihat murah, tapi nyatanya mahal. Terutama komponennya. Artinya, kata Bhima, belum ekonomis jika dipasarkan di Indonesia. Apalagi, dibutuhkan stasiun pengisian listrik (charging station) di tiap SPBU.

“Ditambah lambatnya peraturan presiden (perpres) terkait mobil listrik juga menjadi hambatan, karena kementerian teknis menunggu payung hukum untuk berikan insentif pajak dan lainnya,” katanya kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (27/7).

Menurutnya, jika dilihat dari draft Perpres kendaraan mobil listrik berbasis baterai terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari 2019 sampai 2023, 60 persen komponen bisa impor. Untuk itu, kata Bhima, agar komponen dan harga mobil listrik menjadi murah, diperlukan insentif.

Baca juga : Kapasitas Petani Garam Nasional Perlu Di Genjot

Ada beberapa insentif yang diusulkan. Pertama, insentif pajak penjualan barang mewah. Kedua, pengurangan pajak daerah. Ketiga, penangguhan bea masuk atas tujuan ekspor dan insentif bea masuk untuk impor mesin, komponen.

Berbeda, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika menilai, peraturan pemerintah dan perpres terkait kendaraan bertenaga listrik akan menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk lompat katak, bersaing dengan industri oto- motif dunia.

“Ini kesempatan kita untuk lompat katak, bersaing dengan industri otomotif dunia,” ujarnya.

Baca juga : Rini Dorong Telkom Perluas Digital Learning di Indonesia

Harryadin meyakini, industri kendaraan listrik nantinya mampu menyerap 80 persen komponen lokal. Karena, hampir semua komponen telah dapat diproduksi sendiri. “Secara teknologi lebih simpel, banyak yang sifatnya open source. Bisa dikembangkan sendiri. Yang lebih enak lagi, bisa membeli produk dari luar, dan kita bisa mengendalikan jumlah komponen lokal,” katanya.

Namun, kesempatan lompat katak tersebut bisa saja terlewatkan, bila pemerintah menggandeng manufaktur asing untuk terlibat dalam industri baru tersebut.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menerima sejumlah pimpinan perusahaan Hyundai Motors Group, Kamis (25/7), membahas tentang potensi perkembangan teknologi otomotif di masa depan. Termasuk, pengembangan kendaraan listrik. “Itu akan lebih banyak menguntungkan produsen mobil listrik dari luar negeri. Tidak apa-apa juga, asalkan mungkin ada aturan memproduksi kendaraannya di Indonesia. Tidak asal diberi insentif,” jelasnya.

Baca juga : Foto Bareng Malala Yousafzai, Menteri Pendidikan Quebec Panen Kritik

Harryadin berharap, pemerintah memiliki batasan komponen bagi produsen mobil luar negeri, sehingga nantinya industri lokal dapat menjadi bagian ekosistem rantai suplai. Dia menyarankan agar pemerintah memaksa produsen luar, untuk kerja sama dengan manufaktur lokal.

Langkah ini dapat dimanfaatkan oleh pemain lokal untuk belajar, sehingga nantinya diharapkan dapat memproduksi kendaraan listrik sendiri. “Kalau tidak, kita jadi penonton. Tidak ada nilai tambah lain yang kita dapat, selain mengurangi emisi,” tegasnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.