Dark/Light Mode

Smart Grid Bagasse: Inovasi Pembangkit Listrik Berbasis Biomassa Ampas Tebu Terintegrasi Teknologi Smart Grid BIG-GT

Selasa, 29 November 2022 00:39 WIB
Limbah ampas tebu (Foto: MI)
Limbah ampas tebu (Foto: MI)

Bukan pengetahuan baru bahwa bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang tak terbarukan, yang proses pembentukannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Jika sumber energi ini digunakan secara terus menerus maka akan mengalami kelangkaan yang berakibat pada krisis energi. Di Indonesia penggunaan energi masih dominan pada bahan bakar fosil, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 2019, tercatat penggunaan energi sebanyak 14,6 persen dari gas bumi, 9,1 persen dari batu bara, dan 41,7 persen dari minyak bumi. Dengan demikian, penggunaan energi dari bahan bakar fosil harus diseimbangkan dengan sumber energi terbarukan seperti angin, biogas, sel surya, air, biomassa dan lain-lain.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar untuk energi terbarukan, salah satunya adalah biomassa. Biomassa adalah material yang berasal dari organisme hidup yang meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan produk sampingnya seperti sampah kebun, hasil panen yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan berbasis pada siklus karbon (Habibie et al., 2020). Jika potensi ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal maka akan memecahkan permasalahan energi yang terjadi selama ini, salah satu sumber biomassa yang dapat dimanfaatkan adalah biomassa ampas tebu.

Saat ini, biomassa telah menjadi sumber energi paling penting di dunia (Thran D et al, 2018). Berdasarkan data FAO, pada tahun 2019, Indonesia dikenal sebagai produsen ketiga dengan luas panen tebu terbesar kedua di ASEAN. Adapun di dunia, Indonesia tercatat menduduki urutan 8 penghasil tebu terbesar dengan jumlah produksi mencapai 33,7 juta ton per tahun. Satu ton tebu dapat menghasilkan sekitar 300 kg ampas tebu (bagasse) dan satu ton ampas tebu (bagasse) dapat digunakan untuk membangkitkan listrik dengan cogeneration mencapai 220-240 kWh (Agrofarm, 2017). Ampas tebu (bagasse) adalah biomassa lingoselulosa yang memiliki kadar karbon tinggi sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, salah satunya pada pabrik gula. 

Saat ini, pabrik gula telah memanfaatkan ampas tebu sebagai pembangkit listrik melalui pembakaran boiler untuk memproduksi uap yang dapat digunakan untuk menggerakkan generator sebagai pembangkit listrik. Metode yang saat ini umum digunakan yaitu dengan teknologi kogenerasi Backpressure Turbines (TB). Akan tetapi, metode ini masih memiliki kelemahan yaitu menggunakan uap bertekanan rendah (< 20 bar) yang boros energi serta daya konversi yang rendah yaitu 12-19 kg uap/kWh dan belum bisa disalurkan dalam jangkauan luas (Sugiyono, 2019). Dalam menyikapi hal tersebut, dikembangkan pula metode lain seperti teknologi kogenerasi condensing yang dioperasikan pada tekanan uap tinggi (45-60 bar), namun hanya mampu memproduksi 150 kWh/ton dan belum bisa disalurkan dalam jangkuan luas. Sedangkan, untuk sistem distribusi sendiri saat ini masih menggunakan conventional grid yang belum mampu memberikan pelayanan prima dengan jaringan komunikasi satu arah, proteksi elektromekanikal kurang memadai, sistem control dan monitoring secara manual, sehingga belum memiliki fleksibilitas untuk diitegrasikan dengan pembangkit dari sumber energi terbarukan.

Baca juga : Bersama IBC, PLN Bangun Fasilitas Penyimpanan Listrik Berbasis Baterai

Melihat potensi dan permasalahan di atas, penulis membuat sebuah inovasi Smart Grid Bagasse BIG-GT untuk memanfaatkan ampas tebu sebagai energi listrik dengan menggunakan teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas Turbines (BIG-GT) berbasis sistem distribusi smart grid dengan tingkat fleksibilitas, aksesibilitas, dan efisiensi yang tinggi. Penulisan ini bertujuan mengidentifikasi potensi biomassa ampas tebu menjadi energi listrik, menciptakan teknologi bahan bakar ramah lingkungan pada model pembangkit litrik berbasis biomassa, menghitung energi listrik dari potensi biomassa ampas tebu, dan menghitung efisiensi biaya bahan bakar pada pembangkit listrik biomassa ampas tebu.

Potensi Ampas Tebu Menjadi Listrik

Ampas tebu merupakan biomassa lingoselulosa yang memiliki kadar karbon tinggi sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Ampas tebu telah digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pembuatan gula dengan sistem kogenerasi yang dikonversi menjadi listrik (Litbangbun, 2016). Ampas tebu (bagasse) menjadi salah satu energi alternatif yang mempunyai prospek baik karena tersedia dalam jumlah besar dan merupakan sumber energi yang bersih dan bersifat terbarukan. Proses pemanfaatan ampas tebu menjadi energi listrik melalui metode gasifikasi untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik. Indonesia sendiri memiliki luas areal sebesar 475 ribu hektar dengan total produksi tebu mencapai lebih dari 33 juta ton per tahun. Dari 33 juta ton per tahun, 30% dari jumlah tersebut diolah secara efisien dengan surplus ampas tebu (bagasse), maka potensi surplus ampas tebu (bagasse) yang diperoleh sebesar 990.000 ton atau setara dengan 379.310 MWH per musim giling. Dimana, setiap satu ton ampas tebu (bagasse) dapat digunakan untuk membangkitkan listrik dengan cogeneration mencapai 220-240 kWh (Agrofarm, 2017).

Smart Grid Bagasses Berbasis Biomass Integrated BIG-GT Sebagai Listrik Masa Depan

Gagasan baru yang ditawarkan berupa pemanfaatan ampas tebu (bagasse) sebagai sumber energi listrik dengan teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas Turbines (BIG-GT) sebagai penunjang kebutuhan listrik dalam skala besar. Teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas Turbines (BIG-GT) ini menggunakan metode gasifikasi terintegrasi dengan turbin gas yang mampu menghasilkan energi listrik lima kali lebih besar dibandingkan teknologi kogenerasi Backpressure Turbines (TB) yaitu 300 kWh/ton tebu.

Baca juga : Dikebut Gibran, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Ditarget Rampung 2022

Dalam teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas Turbines (BIG-GT), biomassa digasifikasi dan diubah dalam bentuk gas yang mempunyai nilai kalor sekitar 15-20 persen dari nilai kalor gas alam. Uap digunakan untuk proses gasifikasi, penggilingan tebu, dan proses produksi gula diperoleh dari HRSG (Heat Recovery Steam Generator) yang memanfaatkan gas buang dari turbin gas. Uap yang tidak dipakai dapat diumpankan ke ruang bakar atau turbin untuk menaikkan daya output listrik dan meningkatkan efisiensi sistem. Sistem teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas Turbines (BIG-GT) dapat menggunakan ampas tebu (bagasse) sebagai bahan bakar selama masa giling. 

Tebu dapat menghasilkan gula sekitar 10% dan ampas tebu (bagasse) sekitar 32 persen. Dengan asumsi ini, besarnya produksi tebu di Indonesia pada tahun 2015 dapat diperkirakan sebesar 50 juta ton setiap tahun. Dengan memanfaatkan teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas Turbines (BIG-GT) di industri gula dapat dihasilkan listrik sebesar 36,7 TWh. Produksi listrik ini setara dengan setengah kebutuhan listrik pada saat ini (Agus Sugiyono, 2019).

Listrik yang dihasilkan tersebut, selanjutnya akan didistribusikan kepada konsumen malalu sistem smart grid. Smart grid adalah suatu jaringan listrik yang menggunakan teknologi digital untuk memantau dan mengelola distribusi listrik dari sumber pembangkit guna memenuhi perubahan kebutuhan listrik konsumen, maka smart grid secara cerdas mengintegrasikan kegiatan semua konsumen dalam rangka menyalurkan suplai listrik secara efisien, berkesinambungan, ekonomis, dan aman. Sistem transmisi dipasang beberapa peralatan digital seperti transmission data collection and automation. Sistem distribusi terdapat peralatan digital seperti sensor, data collection and automation. Pada rumah-rumah dipasang beberapa peralatan digital seperti smart meter, real time data display, dan comms and distributed energy

Kesimpulan

Baca juga : Perkuat Konten Digital, Telkom Ubah Melon Jadi Nuon Digital Indonesia

Teknologi kogenerasi Biomass Integrated Gasification to Gas turbines (BIG-GT) mampu menghasilkan energi listrik lima kali lebih besar dibandingkan teknologi kogenerasi Backpressure Turbines (TB) yaitu 300 kWh/ton tebu. Pendistribusian energi listrik dilakukan melalui sistem smart grid  melalui BOO: Build-Own-Operate pabrik gula.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.