Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Percepatan Hilirisasi Tambang Dikaji Presiden
Menteri Enggar Waspadai Penurunan Ekspor Nikel
Senin, 26 Agustus 2019 08:00 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah akan mengutamakan kepentingan ketahanan ekspor tambang nasional di tengah perang dagang antara China dan Amerika.
Kepentingan ekonomi nasional serta kepastian hukum tetap jadi perhatian utama dalam memutuskan setiap kebijakan larangan ekspor tambang.
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mewanti-wanti agar tata kelola ekspor nasional tetap mempertimbangkan kepentingan pengusaha domestik bukan asing. Saat ini, dia memperkirakan adanya potensi penurunan ekspor nikel Indonesia.
“Kalau (ekspor) dibatasi, tingkat ekspor kita akan terganggu 4 miliar dolar AS,” kata Enggar di Jakarta. Angka 4 miliar tersebut setara dengan Rp 56 triliun.
Baca juga : Cuti Lebaran Pengaruhi Penurunan Jumlah Ekspor
Awalnya, lanjut dia, larangan ini akan diberlakukan mulai tahun 2022. Tepatnya mempertimbangkan adanya perusahaan-perusahaan yang sudah mampu menyelesaikan pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter.
Ternyata kebijakan itu dimajukan untuk segera berlaku pada tahun 2021. Dengan demikian, para perusahaan mineral yang memproduksi nikel hanya memiliki waktu sampai 2021 untuk melakukan ekspor.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot menekankan, kebijakannya belum ada perubahan. Artinya, larangan ekspor bijih nikel baru berlaku pada 2022. Menteri ESDM Ignasius Jonan menye rahkan kebijakan ini ke tangan Presiden Jokowi.
“Presiden masih sedang mempertimbangkan, mau hilirisasi (nikel) ini dipercepat atau tidak,” kata Jonan.
Baca juga : Ingat, Jangan Jadi Perwira Hello Kitty
Menanggapi kebijakan ekspor nikel, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indo nesia (APNI) Meidy Katrin mengungkapkan, pengusaha berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 50 triliun bila larangan ekspor bijih nikel dipercepat.
Kerugian di antara nya berasal dari pembangunan smelter yang terhambat karena dihentikannya ekspor nikel. Saat ini, pengusaha sangat mengandalkan hasil ekspor untuk membiayai pembangunan smelter.
“Kerugian pengusaha nasional yang masih dalam proses pembangunan smelter bisa mencapai Rp 50 triliun,” cetusnya.
Tidak hanya itu, kekhawatiran lainnya yakni tambang nikel yang berada di sekitar wilayah smelter dapat diambil alih investor asing jika pembangunan smelter tidak dapat dilanjutkan.
Baca juga : PKB Sarankan PKS dan Gerindra Tetap Berada di Jalur Oposisi
Selain itu, perekonomian masyarakat sekitar di lingkar tambang seperti pemilik warung serta pekerja akan kehilangan mata pencaharian. [KPJ]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya