Dark/Light Mode

Harga Rumah Subsidi Tak Naik, Pengembang Hampir Kehabisan Napas

Jumat, 14 April 2023 13:06 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Sudah 3,5 tahun pengembang menanti kenaikan harga rumah bersubsidi. Namun kabar baik itu tak kunjung tiba.

Pengembang rumah bersubsidi yang berada di daerah yang 99 persen adalah usaha kecil dan menengah (UMK) pun kini mulai kehabisan napas. Tinggal menunggu kolaps.

Pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia saat ini berharap-harap cemas menunggu janji pemerintah terkait kenaikan harga rumah subsidi yang sejak 2019 tidak pernah disesuaikan.

Padahal, inflasi dalam 3,5 tahun terakhir sudah naik dua digit, serta harga bahan bangunan yang terus meroket.

"Kami pengembang-pengembang UMK dari seluruh Indonesia yang selama ini membantu pemerintah untuk membangun rumah subsidi mendesak pemerintah segera menetapkan kenaikan harga rumah bersubsidi. Kalau bisa April ini juga sudah naik,” pinta Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Sumatera Utara, Andi Atmoko Panggabean kepada wartawan di sela-sela buka puasa bersama Keluarga Besar REI, di Jakarta, Rabu (12/4).

Menurutnya, mayoritas pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia saat ini sudah megap-megap kehabisan napas. Jika harga tidak segera naik, maka dipastikan akan mengganggu ketahanan cashflow pengembang yang tetap berjuang bertahan selama 3,5 tahun termasuk di masa pandemi Covid-19.

Baca juga : Hakim Gazalba Saleh Segera Disidang, KPK Bakal Ungkap Penerimaan Suapnya

Dalam situasi sulit itu, ujarnya, pengembang terus berupaya membangun meski dengan margin yang tipis. Hanya demi niat mempertahankan usaha dan membantu pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Dia menambahkan, material dasar yang dipakai kontraktor proyek pemerintah dengan developer hampir sama seperti besi, semen, dan lain-lain.

Tetapi, harga rumah subsidi justru dibuat tidak naik. Pdahal pengembang membiayai pembangunan dengan modal sendiri, dan bukan dibiayai negara.

“Sungguh kami merasa diperlakukan tidak adil. Kami pengembang di daerah ini kadang merasa kok seperti anak tiri di Kementerian PUPR,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Kalimantan Selatan, Ahyat Sarbini.

Menurutnya, tanggung jawab menyediakan rumah bagi MBR adalah beban tugas negara. Amanat konstitusi itu jangan pernah dilupakan pemerintah. Sementara pengembang hanya membantu tugas tersebut.

Baca juga : Sebagian Duit Suap Proyek Pengerjaan Jalur KA Buat THR Lebaran

“Patut juga dipertimbangkan bahwa sektor properti ini berkaitan dengan 174 industri ikutan di sektor riil. Kalau sekto ini stagnan, maka ekonomi terganggu. Sekarang banyak pengembang wait and see dan di bawah dilema karena menunggu harga naik dan itu pasti akan memengaruhi pasokan dan realisasi rumah MBR di tahun ini,” sebutnya.

Di sisi lain, pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia juga memiliki karyawan dan tukang yang harus tetap memiliki pekerjaan yang jumlahnya mencapai ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang.

Ahyat meminta pemerintah mempertimbangkan hal ini dengan adil dan realistis.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Banten Roni H. Adali menilai alasan harmonisasi yang selalu disampaikan pemerintah berkaitan dengan keputusan kenaikan harga rumah subsidi tidak realistis.

Kalau ada niat baik, seharusnya 1-2 minggu harmonisasi sudah selesai, karena masalah ini tidak serumit membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu).

“Seharusnya pemerintah ada target waktu kapan ini selesai. Jadi tidak menunggu tanpa kejelasan seperti sekarang. Pengembang juga tidak merasa terus di PHP-in. Kami di perusahaan saja ada timeline pekerjaan, ini kok pemerintah tidak ada,” tegasnya.

Baca juga : Hingga April, Jumlah Pupuk Subsidi Yang Telah Disalurkan Capai 2,06 Juta Ton

Roni berharap pemerintah menghilangkan semua ego sektoral terkait permasalahan yang dihadapi pengembang rumah subsidi ini.

Upaya itu, untuk menjaga pasokan rumah rakyat tetap terpenuhi, termasuk dengan dukungan skim pembiayaan guna membantu keterjangkauan masyarakat.

Terpisah, Pemerintah menyatakan akan merevisi aturan batasan harga rumah subsidi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 tentang Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.

Revisi ini akan menjadi batasan harga rumah subsidi sebagai tindak lanjut dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan revisi tersebut bertujuan untuk mendorong peningkatan demand dan investasi sektor properti.

"Guna membantu masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh hunian yang layak dan untuk memberikan subsidi atas hunian tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai kenaikan jual rumah khusus masyarakat berpenghasilan rendah yang saat ini berada dalam proses harmonisasi," ujarnya, seperti dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (11/4). ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.