Dark/Light Mode

Transformasi Digital: Analisis Kebijakan Pajak untuk Produk Digital

Minggu, 24 Desember 2023 21:34 WIB
Perdagangan melalui sistem elektronik/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Perdagangan melalui sistem elektronik/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian global menjadi semakin pesat. Transformasi digital kini menjadi salah satu faktor pendorong utama dalam evolusi perekonomian dunia. Dalam perkembangannya, produk-produk digital telah berhasil mengubah beberapa aspek kehidupan, mulai dari beraktivitas sampai berbisnis. Akan tetapi, seiring berkembangnya perekonomian digital yang pesat, muncul pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana, kapan, dan dimana sistem pemajakan harus memajaki sektor perekonomian digital. Pertanyaan-pertanyaan ini dianggap sebagai salah satu permasalahan yang muncul karena adanya perubahan metode atau model dalam berbisnis atau bertransaksi yang dianggap “menentang” tradisi perpajakan dimana didasarkan pada kehadiran fisik perusahaan. 

Pengertian Pajak atas PMSE

Kegiatan PMSE merupakan perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Pajak atas produk digital merupakan pemungutan pajak atas aktivitas penyerahan barang atau jasa secara digital. Produk digital sendiri dapat didefinisikan sebagai barang elektronik yang dapat disimpan, dikirim, dan digunakan dalam bentuk elektronik, serta dapat diperjualbelikan melalui pemasaran digital di internet. Menurut SE-62/PJ/2013, transaksi PMSE diklasifikasikan menjadi 4 model yaitu Online Marketplace, Classified Ads, Daily Deals, dan Online Retail (Tofan & Trisnaningsih, 2022, 25-26).

Data Transaksi E-commerce (sumber : Bank Indonesia) 

Baca juga : Liburan, Divaldo Alves Siapkan Program Mandiri Skuad Persita

Munculnya aturan mengenai PMSE diawali dengan berkembangnya transaksi e-commerce di Indonesia yang telah meningkat Berdasarkan data proyeksi transaksi e-commerce di Indonesia tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan transaksi e-commerce di Indonesia dari yang hanya sebesar Rp 42,4 triliun pada tahun 2017 menjadi sebesar 253 triliun rupiah pada tahun 2020. Sehingga dengan berkembangnya transaksi digital tersebut di Indonesia, maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik (Wulandari, 2023).

Saat ini, Indonesia telah melakukan reformasi digital di sektor ekonomi melalui pemajakan atas produk digital melalui PPN PMSE. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi digital telah diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 60/PMK.03/2022. Melalui PMK tersebut, pemerintah resmi mengatur mengenai mekanisme baru pemungutan PPN PMSE di Indonesia yang beralih dari self assessment system yang sebelumnya diatur melalui PMK Nomor 48/PMK.03/2020 menjadi witholding tax system. Sehingga, pengenaan PPN PMSE dilakukan dengan sistem pemungutan oleh pemungut PPN PMSE yang sudah ditunjuk oleh pemerintah. 

Urgensi Pemerintah mengenakan PPN atas PMSE

Pada awalnya PPN PMSE merupakan respon dari pemerintah terhadap menurunnya perekonomian negara akibat pandemi Covid-19 dan disusul dengan meningkatnya PMSE yang memunculkan potensi dan ruang bagi sisi perpajakan. Sehingga dalam rangka menumbuhkan kembali perekonomian negara maka diberlakukanlah PPN atas PMSE yang diatur lebih lanjut dalam PMK 48/PMK.03/2020. Pemberlakuan PPN PMSE adalah salah satu langkah yang bisa diambil oleh pemerintah untuk memperluas basis perpajakan atas transaksi digital atau e-commerce yang akhir akhir ini meningkat pesat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Karena pada dasarnya Indonesia merupakan negara yang menerapkan asas principle destination atau didefinisikan sebagai, pajak dapat dipungut selama pemanfaatannya atau konsumsinya berada di dalam daerah pabean Indonesia. Sehingga, meskipun transaksi yang berasal dari luar daerah pabean tersebut pemanfaatannya atau konsumsinya berada di dalam daerah pabean dengan melalui PMSE, maka transaksi tersebut secara hukum akan dikenakan PPN PMSE.

Kemudian, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga menegaskan bahwa transaksi konvensional dan e-commerce sudah seharusnya diberlakukan sama dalam pengenaan pajaknya. Hal ini dilakukan agar perkembangan perdagangan konvensional dapat menyusul berkembangnya bisnis e-commerce di Indonesia. Sehingga, untuk memberikan kepastian hukum terkait pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean maupun dari dalam daerah pabean dengan melalui PMSE, maka pemerintah mulai menetapkan peraturan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas PMSE.

Selanjutnya, penerapan Pajak Pertambahan Nilai atas PSME di Indonesia juga merupakan bentuk kesetaraan perlakuan bagi pelaku usaha digital dan konvensional yang bertujuan untuk mengoptimalisasi perpajakan demi terpenuhinya asas equality dan revenue productivity. Kemudian, PPN PMSE yang diatur melalui PMK 60/2022 juga memastikan bahwa dengan perubahan mekanisme pemungutan pajak menjadi withholding tax akan memastikan bahwa PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud maupun Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE akan langsung disetorkan ke kas negara oleh pemungut PPN PMSE.

Dampak Pengenaan PPN PMSE di Indonesia

Sebelumnya terdapat keraguan oleh sebagian dari pelaku usaha PMSE yang akan memprediksi terjadinya penurunan konsumen dengan diberlakukannya pengenaan PPN PMSE tersebut.

Namun, dilansir dari kemenkeu.go.id, hingga 31 Juli 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengumpulkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 13,87 triliun melalui PMSE yang berasal dari 139 pelaku usaha PMSE. 

Kemudian, jika kita melihat penerimaan PPN PMSE di Indonesia dari tahun 2020-2023, terdapat peningkatan penerimaan pajak yang awalnya sebesar Rp 731,4 miliar pada tahun 2020 menjadi Rp 3,90 triliun pada tahun 2021, kemudian menjadi Rp 5,51 triliun pada tahun 2022 dan yang terakhir pada bulan september tahun 2023 sedang mencapai Rp 4,43 triliun (Kemenkeu, 2023).

Jika dilihat berdasarkan peningkatan data penerimaan PPN PMSE tersebut, maka hal ini merupakan dampak positif bagi revenue productivity negara, lalu dengan pemberlakuan pengenaan PPN PMSE di Indonesia hal ini juga dapat menjangkau sektor shadow economy menjadi sumber penerimaan negara yang dapat berdampak kepada meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara.

Tantangan Perpajakan dalam Memajaki PMSE

Dikutip dari beberapa sumber, berikut ini adalah beberapa tantangan yang muncul seiring dengan perkembangan perekonomian digital atau PMSE : 

a. Adanya perbedaan yurisdiksi, dan regulasi hukum

Menurut OECD, digitalisasi mengakibatkan perusahaan selalu dapat melakukan transaksi bisnis ke suatu wilayah hukum walau tanpa kehadiran perusahaan secara fisik atau dengan kata lain tidak berada pada satu yurisdiksi yang sama. Padahal, proses pemungutan PPN akan berjalan efektif dan efisien apabila penyedia serta pengguna barang/jasa berada dalam satu yurisdiksi yang sama dan mempunyai regulasi hukum yang sama dengan konsumen dan otoritas pajak. 

b. Potensi tindak penghindaran pajak dan penyimpangan asas equity

Perkembangan teknologi digital berpotensi membuat para pelaku ekonomi dan sebagian kecil pembayar pajak untuk menghindari, mengurangi, atau menghilangkan kewajiban pajak mereka dengan menggunakan teknologi. Proses digitalisasi juga sering ditakutkan akan menyimpang pada asas equity perpajakan karena regulasi atas PMSE dan perdagangan konvensional dinilai cukup berbeda. 

c. Kemampuan DJP dalam menjaring pelaku usaha 

Dalam pemungutan PPN PMSE, DJP selaku otoritas pajak juga masih dianggap tidak mampu dalam menjaring para pelaku usaha luar negeri untuk memenuhi kewajiban perpajakan di Indonesia karena perdagangan barang dan jasa lintas negara menjadi tantangan tersendiri dalam sistem pemungutannya, khususnya perdagangan digital. Dilansir dari CNBC, per tanggal 30 September 2023, pemungut PPN PMSE yang telah ditunjuk pemerintah adalah sebanyak 161 pelaku usaha. Jumlah ini masih tegolong sedikit untuk memaksimalkan potensi penerimaan pajak. 

Muhammad Rizki Akbar
Muhammad Rizki Akbar
Muhammad Rizki Akbar dan Muhammad Damar Satrio, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.