Dark/Light Mode

Aksi Nyata Pemerintah Ditunggu Rakyat

Kapan Ya, Harga Beras Dan Telor Bisa Dijinakkan

Sabtu, 2 Maret 2024 08:50 WIB
Pedagang telor. (Foto: Antara)
Pedagang telor. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok sudah terasa memberatkan kantong rakyat kecil. Saat harga beras belum terkendali, harga pangan lain seperti telor justru ikutan melonjak. Rakyat kini menunggu aksi nyata Pemerintan jinakkan harga beras dan telor.

Kenaikan harga pangan sudah terasa sejak akhir tahun lalu. Dari berbagai komoditas pangan, kenaikan harga beras yang paling disorot. Harga bahan pokok utama itu terus mengalami kenaikan di sepanjang Januari dan Februari. 

Bahkan, BPS mencatat harga beras pada Februari adalah harga beras paling tinggi dibanding periode sebelum-sebelumnya. Rata-rata harga beras eceran mencapai Rp 15.175 per kilogram (kg) atau naik 24,5 persen dari tahun sebelumnya. 

Dua hari terakhir, harga beras di Pasar Induk Cipinang dan beberapa pasar tradisional sudah mulai mengalami penurunan. Penurunannya tipis antara Rp 500 sampai Rp 1.000 per kg. 

Meski begitu, jika merujuk Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah, harga beras tersebut terbilang masih tinggi. Merujuk Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium secara nasional masih berada di level Rp 16.450 per kg. Sementara harga beras medium Rp 14.320 per kg. Sementara HET beras medium adalah Rp 10.900 dan Rp 13.900 untuk beras premium. 

Saat harga beras belum bisa dijinakkan, harga bahan pangan lain justru ikutan naik. Kenaikan paling tinggi terjadi di komoditas telor. Harga telor yang biasa dibanderol Rp 24 ribu-Rp 25 ribu per kg melesat menjadi Rp 32 ribu per kg. 

Baca juga : Proyek-proyek di IKN Banyak yang Mau Rampung, Senyum Jokowi Semakin Lebar

Dari Panel Harga Bapanas per 1 Maret, kenaikan harga telor ayam merata di pasar tradisional di Jakarta. Di Jakarta Timur, rata-rata harga telor mencapai Rp 30 ribu per kh. Sementara di Kepulauan Seribu harganya sudah Rp 34 ribu per kg. 

Sekjen Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Reynaldi Sarijowan mengatakan, kenaikan harga pangan yang terjadi sejak akhir tahun lalu itu mulai menggerus omzet pedagang bahan pokok. Penjualan pedagan menurun hingga 50 persen. 

Kata dia, kenaikan harga pangan awalnya terjadi pada beras, cabe merah, dan minyak goreng.  Mendekati Puasa dan Lebaran, harga daging ayam ras dan telor ikutan naik. 

Ia berharap, Pemerintah segera menjinakkan pangan terutama beras. Salah satu caranya adalah mendukung suplai bahan pokok penting ke pasar-pasar tradisional dan juga ke retail.  “Poinnya guyuran stok bahan pokok dari pemerintah ke hilir mutlak diperlukan sebagai antisipasi harga tidak kembali melonjak lebih tinggi,” kata Reynaldi, saat dikontak, Jumat (3/1/2024). 

Kenaikan harga pangan ini sangat terasa dampaknya kepada rakyat kecil. Konsumsi masyarakat mulai menurun. Para ekonomi pun ikutan khawatir. Kenaikan harga pangan yang berkelanjutan bisa memicu inflasi tinggi. Kekhawatiran itu pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

Teranyar, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menyampaikan, kekhawatiran serupa. Kata dia, secara umum inflasi saat ini masih aman yaitu di bawah 3 persen. Namun, kenaikan inflasi dari sisi pangan mulai mengkhawatirkan akibat kenaikan harga beras dan bahan pokok lainnya.

Baca juga : Hoaks, NKRI Mau Buka Hubungan dengan Israel

"Inflasi core (inti) sudah nyaman, tapi volatile food kita harus waspadai bersama terutama beras," kata Juda, Kamis (29/2/2024). 

Ia juga mewaspadai lonjakan harga pangan lain seperti telor, cabe jelang bulan Ramadan. "Karena berdampak signifikan ke daya beli masyarakat," jelasnya.

Pemerintah sebenarnya sudah bergerak untuk mengendalikan harga beras. Beberapa langkah yang dilakukan adalah menggelar operasi pasar, mengguyur pasar ritel dan modern dengan beras Bulog, dan terakhir menambah kuota impor sebanyak 1,6 juta ton. Langkah tersebut terbukti bisa meredam kenaikan harga beras tak naik lebih tinggi. 

Wapres Ma'ruf Amin mengatakan, Pemerintah sudah melakukan berbagai langkah untuk mengendalikan harga beras. Mulai dari menjaga ketersediaan, hingga mengendalikan harga lewat operasi pasar. 

Meski begitu, diakui Wapres mengendalikan  harga beras ini ternyata tidak mudah. "Tapi kita harapkan seperti dikatakan oleh Presiden, sebentar lagi karena diharapkan ada panen, (harga) bisa turun," kata Wapres dalam keterangan pers di Selandia Baru, Jumat (1/3/2024). 

Tak hanya mengendalikan harga beras, Pemerintah juga memutuskan untuk tidak menaikkan tarif listrik dan BBM bersubsidi hingga Juni nanti. Keputusan itu diambil untuk menjaga daya beli masyarakat. 

Baca juga : Berlaku Untuk Pemilu 2029, MK Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, keputusan itu diambil dalam Rapat Kabinet awal pekan lalu. Dengan keputusan tersebut, Pemerintah  berencana melebarkan defisit APBN 2024. Defisit APBN 2024 yang direncanakan 2,29 persen naik sekitar 0,5 persen menjadi 2,3-2,8 persen. 

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengatakan, keputusan Pemerintah tidak menaikkan tarif listrik dan BBM sebagai langkah yang tepat. Kata dia, saat ini, daya beli masyarakat sudah sangat terdampak akibat kenaikan harga pangan terutama beras. 

Jika berbagai kebutuhan masyarakat tersebut seperti energi, pangan, dan transportasi yang naik bersamaan dampaknya akan menggerus masyarakat kelas bawah dan masyarakat hampir miskin. “Masyarakat akan kewalahan," kata Eko. 

Apalagi, kata dia, harga beras saat ini masih mahal, dan akan tetap tinggi karena akan mendekat Puasa dan Lebaran. Belum lagi dengan kenaikan harga telor dan bahan lain seperti daging dan bumbu-bumbu l seperti bawang merah dan bawang putih. "Dalam situasi  sebisa mungkin tidak menaikkan tarif tol, BBM, dan listrik,” ungkapnya.

Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan, Pemerintah sebenarnya menyadari beban yang dihadapi masyarakat lantaran kenaikan harga pangan. Sejak tahun lalu pertumbuhan konsumsi rumah tangga terpantau di bawah pertumbuhan ekonomi.  

Sayangnya, kata dia, fakta yang ada di lapangan tidak direspon dengan menyelesaikan akar persoalan. Pengambil kebijakan hanya merespons persoalan di lapangan dengan menaikkan anggaran bansos. Kata dia,  saat ini rakyat menunggu aksi nyata Pemerintah meringankan beban rakyat. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.