Dark/Light Mode

Tantangan Ekonomi Global, BI Yakin Pertumbuhan Ekonomi Tumbuh Di Atas 5 Persen

Minggu, 28 April 2024 17:57 WIB
Pelatihan Jurnalis  yang diadakan Bank Indonesia (BI) di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024). (Foto: Istimewa)
Pelatihan Jurnalis yang diadakan Bank Indonesia (BI) di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bank Indonesia (BI) memastikan, pertumbuhan ekonomi akan tetap tumbuh positif, meskipun ketidakpastian ekonomi dan geopolitik dunia masih mengancam.

BI bahkan meyakini, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh di atas 5 persen.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 diperkirakan berada dalam kisaran 4,7 sampai 5,5 persen.

BI juga optimis pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan kuartal II 2024 diproyeksi lebih tinggi dibandingkan kuartal IV-2023 sebesar 5,04 persen,” ucap Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI Juli Budi Winantya dalam dalam acara Pelatihan Jurnalis bertajuk ‘Perkembangan Ekonomi Terdepan dan Respons Bauran Kebijakan’ di Samosir, Sumatera Utara, Minggu (28/4/2024).

Juli mengatakan, keyakinan tersebut berdasarkan berbagai indikator dalam negeri. Inflasi Tanah Air masih terjaga dalam sasaran target 2,5 plus minus 1 persen.

“BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter guna memitigasi risiko yang dapat memberikan tekanan terhadap inflasi, termasuk dari kenaikan imported inflation serta kenaikan harga energi dan pangan global,” kata Juli.

Kemudian, nilai tukar rupiah tetap terkendali, kebijakan nilai tukar BI terus diarahkan untuk menjaga stabilitas rupiah dari dampak menguatnya dolar AS secara luas.

Baca juga : BSI Patok Pertumbuhan Bisnis Emas Capai 30 Persen Di 2024

Juli menyebut, pelemahan rupiah sampai dengan 23 April 2024 tercatat lebih rendah yakni 5,07 persen (ytd).

BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang tersedia. Baik melalui intervensi di pasar valas secara spot dan DNDF, pembelian SBN dari pasar sekunder apabila diperlukan, pengelolaan likuiditas secara memadai, maupun langkah-langkah lain yang diperlukan.

Strategi operasi moneter pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan guna menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.

“BI juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023,” tutur Juli.

Ia mengatakan, berbagai indikator yang ada saat ini masih lebih baik dibanding tantangan krisis yang terjadi pada 1998 maupun 2008. Rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) pada 1998 menembus 30 persen, di tahun 2008 mencapai 3,8 persen, sementara hingga Februari 2024 berada di level 2,35 persen.

Begitu juga dengan cadangan devisa (cadev) meningkat signifikan dibandingkan 1998 & 2008, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

“Di tahun 1998 mencapai 17,4 miliar dolar AS, di tahun 2008 sebesar 50,2 miliar dolar AS dan Maret 2024 mencapai 140,4 miliar dolar AS,” sebutnya.

Baca juga : Pergerakan Ekonomi Tembus Rp 386 Triliun

Juli memastikan, BI akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Tercatat, kinerja ekspor barang belum kuat dipengaruhi oleh penurunan ekspor komoditas sejalan dengan harga komoditas yang turun dan permintaan dari mitra dagang utama, seperti China, yang masih lemah.

Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), sektor Industri Pengolahan, Informasi dan Komunikasi, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Konstruksi diperkirakan tumbuh kuat.

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah tetap baik, didukung oleh permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga, sementara ekspor nonmigas daerah hingga triwulan I 2024 (per Februari 2024) masih kuat, terutama ditopang oleh wilayah Sulampua dan Bali Nusra.

“Ke depan, BI akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah, termasuk melalui stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia, guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, khususnya dari sisi permintaan domestik,” terangnya.

Tak hanya itu, Juli menyebut, pertumbuhan ekonomi di triwulan I dan II tahun 2024 diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2023 didukung permintaan domestik yang tetap kuat dari konsumsi rumah tangga sejalan dengan Ramadhan dan Idul Fitri 1445H.

Investasi bangunan lebih tinggi dari perkiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif Pemerintah.

Baca juga : Konsumsi BBM Pertamina H-6 Lebaran Melonjak, Pertamax Turbo Naik 90 Persen

“Meski demikian, konsumsi rumah tangga dan investasi non-bangunan perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional,” katanya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Ekonomi PT Bank Central Asia Tbk atau BCA David Sumual mengatakan, ekonomi dalam negeri belum lepas dari apa yang terjadi di global.

“Kalau saya perhatikan cerita geopolitik kelihatannya masih akan sama setahun ke depan,” ucapnya.

David menyakini, meski ekonomi melambat, penyaluran kredit perbankan dinilainya tetap resilient.

“Dalam tren jangka panjang, bank menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang belum dominan secara porsi ekonomi,” ujar David.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.