Dark/Light Mode

Dampaknya Mulai Dirasakan, Relaksasi Impor Rugikan Industri Tekstil

Jumat, 21 Juni 2024 08:26 WIB
Industri tektil. (Foto: Antara)
Industri tektil. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dampak relaksasi impor mulai dirasakan oleh industri. Salah satunya dirasakan oleh industri tekstil dan produk tekstil.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana menanggapi dampak keluarnya Permendag No.8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor bagi industri tektil, Jumat (21/6/2024).

“Dampaknya sudah mulai dirasakan. Barang impor banjiri pasar. Dampaknya ancaman PHK,” ujarnya.

Menurut dia, dengan relaksasi impor ini akan menbuat masuk produk-produk tekstil dari luar yang akan menghantam produk-produk industri tekstil dan garmen domestik. “Nah kurang lebih proyeksi kita dalam satu tahun ke depan apabila itu tetap terjadi maka setiap bulan akan muncul kurang lebih 10.000-30.000 kontainer,” ucap Danang.

Danang juga menyayangkan pelaku industri tidak dilibatkan dalam perubahan Permendag 36/2023 ke Permendag 8/2024 ini. Menurutnya jika pelaku industri dalam negeri diajak maka dampak negatif aturan baru terhadap sektor industri dalam negeri akan bisa ditekan.

Baca juga : Senangnya Bule Rasakan 2 Gelar Liga 1

“Sehingga kami tahunya ya terkaget-kaget, loh kok tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba dibuka lebar-lebar,” buka Danang.

Menurut Danang aturan ini juga pada akhirnya akan merugikan ke pendapatan negara juga. Karena nilai pajak yang diterima negara menjadi berkurang disebabkan kinerja industri melemah.

Senada dikatakan Ekonom Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Ernoiz Antriyandarti. Menurutnya kebijakan relaksasi impor akan memberikan dampak buruk bagi sektor industri Indonesia.

“Aturan terbaru yang dikeluarkan Menteri Perdagangan dapat menjadi masalah baru bagi industri secara umum serta khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Penurunan daya saing tekstil Indonesia dalam dekade terakhir ini saja masih belum terselesaikan. Aturan itu berpotensi memperburuk kondisi pertekstilan Indonesia,” terang Ernoiz.

Ernoiz bertanya-tanya mengenai motif utama dari langkah Pemerintah melakukan relaksasi impor ini karena akan sangat mempengaruhi sektor industri dalam negeri dan khususnya serapan tenaga kerja. Menurutnya saat ini banyak kebijakan-kebijakan yang minim kajian sebelum diberlakukan. Akibatnya, kebijakan yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat pasti menimbulkan kerugian publik.

Baca juga : Kalmed Manufaktur Indonesia Raih Juara 1 Kategori Produsen Industri Besar P3DN

“Apa sebenarnya target pemerintah dengan instrumen kebijakan ini? Menurunkan inflasikah? Jika betul, berapa persen ekspektasinya, karena inflasi dan pengangguran merupakan trade off yang sulit dihindari. Kurva Phillips mengingatkan bahwa penurunan inflasi cenderung meningkatkan pengangguran,” beber Ernoiz.

Ernoiz mengingatkan, pemerintah tetap harus mengedepankan daya saing industri dalam negeri dibanding tekanan atau pujian pemerintahan asing. Menurutnya sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia memang harus mendukung liberalisasi perdagangan. Akan tetapi, pemerintah juga harus berhati-hati dan melindungi produsen dalam negeri, terlebih lagi jika sektor tersebut jelas-jelas telah kehilangan daya saingnya. 

“Banyak komoditas Indonesia masih harus menguatkan daya saingnya, ketika semakin diliberalisasi maka dampak negatif dari perdagangan internasional akan lebih dirasakan oleh produsen-produsen dalam negeri, terutama produsen berskala kecil,” imbuh Ernoiz.

Dia juga mengingatkan pemerintah harus dapat bersikap tegas dan membuat batasan, jangan sampai kemudahan impor menjadi bumerang bagi neraca perdagangan Indonesia yang sudah surplus saat ini.

“Jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas yang berdaya saing, tidaklah mengkhawatirkan. Jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT), dapat menjadi pemicu semakin merosotnya daya saing, pabrik tekstil yang tutup bertambah, PHK juga meningkat,” tambah Ernoiz.

Baca juga : Pembatasan Impor Kerek Kinerja Industri Tekstil, Alas Kaki Dan Sepatu

Ernoiz juga menyoroti beberapa asosiasi industri yang mengatakan setelah aturan Permendag 8 mulai kehilangan kontrak dalam negeri karena pelanggannya memilih untuk melakukan impor. Momentum ini dapat menurunkan kepercayaan pengusaha dalam negeri terhadap keberpihakan pemerintah. 

“Iklim usaha di dalam negeri dapat terganggu yang jika dibiarkan akan menimbulkan bibit-bibit terjadinya guncangan ekonomi nasional,” tambah Ernoiz.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.