Dark/Light Mode

Relaksasi Impor Bisa Ganggu Pertumbuhan Ekonomi

Senin, 24 Juni 2024 20:07 WIB
Industri tekstil. (Foto: Ist)
Industri tekstil. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fahmi Wibawa mendorong, Pemerintah untuk merevisi aturan relaksasi impor. Pasalnya, kebijakan relaksasi impor akan merugikan industri nasional.

Aturan relaksasi impor yang disinggung Fahmi adalah Permendag No. 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Dia khawatir, industri dalam negeri akan semakin tersungkur karena membanjirnya produk jadi di pasar dalam negeri. 

Selain itu, kata dia, dampak ikutan dari relaksasi impor adalah nilai tukar rupiah yang akan terus merosot.

Baca juga : Bisnis Shopee Dongkrak Pertumbuhan Jasa Ekspedisi

Fahmi yang juga merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengatakan, dari hasil analisanya, enam dari tujuh substansi utama dalam Permendag No. 8 semangatnya relaksasi impor. Ini sangat merugikan industri dalam negeri. 

Kata dia, Pemerintah perlu segera mengerem relaksasi impor ini agar tidak merugikan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam melakukan revisi, kata dia, Pemerintah harus mengikutsertakan asosiasi-asosiasi industri dan kamar dagang, supaya duduk bersama guna mengetahui secara detail aspirasi dari kedua belah pihak.

“Sebenarnya impor tetap dibutuhkan jika bahan baku atau produk tersebut belum mampu diproduksi di dalam negeri. Artinya dukungan terhadap perdagangan internasional tidak harus dengan membuka pintu tanpa menyaring dengan bijak.” ungkap Fahmi. 

Baca juga : Prabowo Kurban 145 Ekor Sapi

Dia juga menyoroti Kamar Dagang dan Industri Asing yang meminta beberapa komoditas ditingkatkan relaksasinya seperti tekstil, besi dan baja, serta ban. Bila permintaan itu dipenuhi, dikhawatirkan akan mengganggu industri tekstil dalam negeri yang sudah memberikan kontribusi ke PDB sebesar 1,05 persen dan industri barang logam sebesar 1,57 persen.

Menurut dia, pemerintah tidak bersikap imbang dengan mendukung industri manufaktur, dikhawatirkan badai manufaktur akan terjadi dalam waktu singkat di Indonesia. Kata dia, tidak ada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dari tingginya impor di negara tersebut.

“Dunia bisnis tentu mencari profit dengan pengorbanan serendah-rendahnya. Produk impor nyatanya mampu menawarkan harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama atau mungkin lebih baik dari produk dalam negeri. Bila ini terus berlanjut, industri manufaktur dalam negeri akan berjatuhan dan pengangguran tenaga terampil industri akan meningkat,” tutup Fahmi.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.