Dark/Light Mode

Transaksi Paylater Terus Tumbuh

Waspada, Kredit Macet Berpotensi Terkerek Naik

Kamis, 27 Juni 2024 07:00 WIB
Ilustrasi. (Foto: iStockphoto/B4LLS).
Ilustrasi. (Foto: iStockphoto/B4LLS).

RM.id  Rakyat Merdeka - Tren pembayaran dengan sistem paylater, diprediksi bakal terus meningkat. Terutama, saat momen libur sekolah seperti sekarang. Industri keuangan diingatkan agar lebih hati-hati dalam memberikan layanan tersebut, mengingat ada potensi kenaikan kredit macet.

Sepanjang 2023, transaksi offline berkontribusi sebesar 27,7 persen terhadap total transaksi paylater atau mengalami kenaikan hingga 169 persen. Itu artinya, popularitas transaksi paylater semakin melesat bukan hanya di platform e-commerce, namun di sektor belanja offline.

Capaian tersebut berdasar­kan hasil riset bertajuk Laporan Perilaku Pengguna paylater In­donesia 2024, yang merupakan hasil kerja sama Kredivo bersama Katadata Insight Center (KIC).

Bahkan, paylater tetap men­jadi kredit pertama bagi mayori­tas responden (68 persen) yang mencerminkan inklusivitas. Serta kemudahan paylater dalam memberikan akses kredit bagi konsumen.

Baca juga : Tenang, Penonaktifan NIK Tidak Ganggu Pilkada DKI

Sementara berdasarkan data Oto­ritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Maret 2024, outstanding piutang pembiayaan paylater di industri perusahaan pembiayaan mencapai Rp 6,13 triliun. Angka ini meningkat 23,90 persen secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies Celios Nailul Huda tidak heran dengan angka yang disaji­kan. Karena menurutnya, saat ini paylater memiliki potensi terus tumbuh. Karena tidak hanya memudahkan konsumen dalam bertransaksi, tetapi juga mem­berikan keuntungan (margin) bagi perusahaan.

“Saya memprediksi, pertumbu­hannya lebih tinggi dari program Buy Now Pay Later (BNPL) mul­tifinance maupun perbankan. Bisnis ini punya potensi yang terus tumbuh,” ujar Nailul saat ditemui di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Nailul melanjutkan, dari sisi rentang pengguna yang lebih beragam pun menunjukkan, paylater di mer­chant offline diterima baik oleh kelompok usia yang cenderung lebih lambat mengadopsi belanja online, dan lebih nyaman dengan belanja offline.

Baca juga : Menhan Amerika Dan Rusia Kasih Keterangan Berbeda

“Tren ini juga menunjukkan, bahwa kehadiran paylater di mer­chant offline efektif memperluas demografi pengguna,” ucapnya.

Fenomena itu, sambungnya, menjadi potensi besar bagi indus­tri paylater untuk terus berkem­bang dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi per­ekonomian Indonesia. Terutama dalam membuka akses keuangan bagi masyarakat, serta mengak­selerasi digitalisasi transaksi.

“Masifnya penetrasi akan membuat pertumbuhan pengguna paylater masih sangat dimung­kinkan meningkat signifikan di waktu mendatang,” katanya.

Namun Nailul mengingatkan perusahaan pembiayaan yang mengadopsi paylater ini, agar selalu menetapkan strategi yang baik dalam penagihan kredit, serta mengadopsi prinsip-prinsip seperti perbankan. Artinya, peru­sahaan pembiayaan tidak boleh sembrono untuk menagih utang.

Baca juga : Bengong, Tiba-tiba Dilamar Kekasih…

“Mereka harus mengedepankan kesehatan secara finansial. Angka rasio kredit macetnya (Non Performing Loan/NPL) harus dijaga 3 persen sampai 5 persen. Ditambah menggunakan SLIK (Sistem Layanan Informa­si Keuangan) dalam credit scor­ing,” imbaunya.

Pada musim libur sekolah saat ini, juga diprediksi ada kenaikan permintaan paylater. Karena itu, demi mengantisipasi dari peng­guna bermasalah, perusahaan diminta untuk tetap selektif. Sebab, risiko gagal bayar juga cukup tinggi jika tidak selektif dalam memilih borrower.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.