Dark/Light Mode

Wujudkan Swasembada Gula Dan Lindungi Petani

Pemerintah Diminta Rem Impor Si Manis

Jumat, 28 Juni 2024 07:05 WIB
Ilustrasi Impor Gula.
Ilustrasi Impor Gula.

RM.id  Rakyat Merdeka - PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III sebagai Holding BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Perkebunan meminta Pemerintah untuk mengerem impor gula. Sebab jika si manis alias gula dari luar negeri datang dalam jumlah besar, produk lokal tidak mampu bersaing.

Peneliti dari Center for In­donesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta menyampaikan, bila dilihat dari data satudata.pertanian.go.id, produksi gula dalam negeri sebesar 2,2 juta ton. Angka produksi tersebut selama ini cukup stabil.

Masalahnya, kata Krisna, kon­sumsi gula di Indonesia jauh di atas angka tersebut.

“Artinya, harus tahu waktu yang tepat untuk impor dan jangan berbarengan dengan waktu panen petani lokal agar harganya tidak anjlok,” ungkapnya ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ketersediaan pasokan yang cukup, lanjut Krisna, bertujuan menjaga stabilitas harga gula agar tetap terjangkau.

Baca juga : BKPM: Minat Investor Di Hilirisasi Tetap Tinggi

Ia menyoroti usulan PT Perke­bunan Nusantara agar dikenakan pungutan impor atau levy atas gula yang didatangkan dari luar negeri.

Menurutnya, penerapan pungutan impor itu jauh lebih baik dibandingkan pemberian kuota impor yang selama ini dilakukan.

“Jika tarifnya cukup tinggi, maka gula impor yang masuk akan tetap terbatas jumlahnya,” katanya.

Terpisah, Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan, bila Pemerintah tetap melakukan impor, dikhawatirkan gula lokal tak sanggup melawan produk impor.

“Tolong (petani) dilindungi, jangan masuk gula impor gila-gilaan. Kalau gula petani melawan gula impor, pasti kalah. Petani mati, tidak bisa memper­baiki agronominya,” ujar Ghani saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Baca juga : Hore, Kemiskinan Di Jakarta Turun

Saat ini perseroan tengah berupaya untuk meningkatkan produktivitas petani tebu, agar hasil panennya bisa mencapai 8 ton per hektar (Ha) dari sebelum­nya hanya sekitar 4-5 ton per ha.

Selain menahan impor, kata dia, harus ada inovasi dari Pemerintah agar produk dalam negeri lebih kompetitif dibandingkan gula impor.

Karenanya, ia menyarankan, penerapan pungutan impor atas gula dari luar negeri. Menurutnya, pungutan itu sudah diberlakukan di sektor kelapa sawit. Hasil pungutan impor atau levy di industri sawit ditampung di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Mestinya, di gula harus ada (levy). Ketika, katakanlah, gula petani harga pokoknya Rp 12 ribu, lalu (gula) impor masuk (harga) Rp 10 ribu. Maka harus dikenakan levy, misalnya Rp 1.000,” Ghani mencontohkan.

Ia memastikan, uang tersebut dapat dimanfaatkan untuk petani, seperti membantu pene­litian plasma nutfah, varietas, bibit dan sebagainya.

Baca juga : Paraguay Vs Brazil, Duel Pelampiasan

“Jadi, (uang dari levy) bukan untuk PTPN atau swasta. Tapi untuk petani. Itu harapan kami, bukan jangka pendek. Melain­kan jangka panjang, yang perlu dipikirkan,” katanya.

Pihaknya juga berupaya untuk mengejar target swasembada gula pada 2028. Mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi amanat kepada Holding BUMN Perkebunan, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023, tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

Untuk merealisasikan itu, kata dia, saat ini tengah dilakukan pilot project produksi tebu di Jatiroto, Jawa Timur.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.