Dark/Light Mode

REI: Kebutuhan Dana Pembangunan Rumah MBR Tahun Ini Rp 29 T

Kamis, 23 Januari 2020 14:50 WIB
Diskusi perumahan MBR. (Foto: ist)
Diskusi perumahan MBR. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida mengatakan, kebutuhan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah 260.000 unit untuk 2020 dengan kebutuhan anggaran Rp 29 triliun. Dana yang sudah dianggarkan di APBN 2020 adalah Rp 11 triliun setara dengan 97.700 unit, sehingga masih dibutuhkan dana sebesar Rp 18 triliun. 

Menurut Totok, REI mengusulkan pengkategorian konsumen menjadi dua bagian, yaitu yang berpenghasilan kurang dari Rp 4 juta disalurkan anggaran Rp 1 triliun dengan bunga 5 persen selama 20 tahun sehingga dapat mengcover 8.888 unit rumah. Sementara untuk konsumen berpenghasilan antara Rp 4 -5 juta disalurkan anggaran sebesar Rp 10 triliun dengan bunga 8 persen selama 20 tahun sehingga dapat mengcover 141.300 unit rumah. 

“Sehingga anggaran Rp 11 triliun dapat mengcover hingga 150.188 unit rumah,” papar Totok di Jakarta, Kamis (23/1).

Baca juga : Kementan Tambah Bantuan Penanganan Kasus Anthrax di Gunung Kidul

Sisa kekurangan dana dapat dicarikan melalui beberapa alternatif substitusi. Seperti pengalihan dana Subsidi Selisih Bunga (SSB), MSSB dan BP2BT, realokasi subsidi gas dan peranan lebih besar dari BPJS TK dan SMF. 

Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Endang Kawidjaya mengatakan, sasaran sumber dana perlu diputuskan mana yang paling tepat, agar masalah di tahun-tahun lalu tidak terulang.  “Jika dana dari BPJS TK dan subsidi yang tidak tepat sasaran seperti subsidi gas bisa disalurkan untuk perumahan rakyat, pembahasan dana FLPP langsung bisa selesai,” kata Endang. 

Menurut informasi yang diterima Himppera, 70 persen penerima dana FLPP adalah peserta BPJS TK sehingga demi keadilan terpenuhinya akses pekerja anggota BPJS TK terhadap KPR maka perlu adanya dukungan dana porsi APBN dari BPJS TK. “Namun sayangnya dana BPJS TK terhalang oleh aturan yang mengatur tingkat imbal hasil bunga dana BPJS TK yang terlalu tinggi. Aturan ini harus dipertimbangkan ulang,” papar Endang. 

Baca juga : Pengembangan PLTP Muara Laboh Tahap II Dimulai Tahun Ini

Perihal subsidi gas, Endang menyampaikan bahwa subsidi gas yang tidak tepat sasaran dapat dialihkan untuk perumahan MBR yang lebih membutuhkan lewat FLPP. “Khusus untuk BTN, kami berharap sebagai pemangku utama FLPP, BTN juga dapat memaksimalkan kreatifitasnya untuk bisa mendayagunakan dana FLPP secara maksimal untuk perumahan rakyat,” ujar Endang. 

Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI),Barkah Hidayat menyebut, sebanyak 85 persen anggota PI adalah pengembang perumahan FLPP yang sangat rentan terhadap pergerakan pembiayaan konsumen. “Jika pembiayaan terhambat maka akan ada multiplier effect ke stakeholder lain yaitu perbankan, kontraktor, vendor dan akhirnya ke konsumen juga,” katanya.

Oleh karena itu, sambung Barkah, ke depan agar tidak terjadi lagi hal seperti ini, sebaiknya angka kuota FLPP tidak ditentukan sepihak oleh pemerintah namun berdasarkan data bersama seluruh organisasi. Dengan begitu, akan diketahui berapa besar kebutuhan sebenarnya.

Baca juga : Pertumbuhan Industri Tahun Ini Dipatok 5,3 Persen

Dia pun menegaskan, pihaknya banyak menerima laporan dari daerah mengenai rumitnya aturan dengan aplikasi FLPP. Harapannya, ke depan prosedur FLPP dapat dipermudah. “Jangan sampai rumahnya sederhana, tapi peraturannya tidak sederhana,” pungkas dia. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.