Dark/Light Mode

Ini Tantangan Pertanian Versi HKTI

Kamis, 12 Maret 2020 17:39 WIB
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko. (Foto: ist)
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko mengatakan, salah satu tantangan besar pertanian saat ini adalah menyangkut masalah ketersediaan lahan.

Hal tersebut dikatakan Moeldoko pada pembukaan Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) 2020 berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/3).

Menurut Moeldoko, secara makro sektor pertanian adalah penyumbang GDP terbesar di kawasan Asia dan menjadi bagian strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan Asia. Namun, seiring dengan perkembangan industri dan perubahan iklim, lahan pertanian di kawasan Asia terus menyusut.

Rural Development and Food Security Forum 2019 yang digelar Asian Development Bank (ADB) di Manila, Filipina, Oktober 2019, mengungkapkan lahan pertanian menyusut hingga 44 persen. Kondisi ini mengancam produksi pangan Asia.

Padahal ADB menyebut sebanyak 822 juta orang di muka bumi masih berada dalam kondisi tidak aman pangan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 517 juta orang (62,89 persen) berada di kawasan Asia dan Pasifik. Oleh karena itu, ADB telah menetapkan pertanian dan ketahanan pangan menjadi salah satu dari tujuh prioritas operasionalnya hingga 2030 seiring dengan 17 tujuan SDGs (Sustainable Development Goals).

Baca juga : Alih Fungsi Lahan Pertanian Rusak Ekologi Pedesaan

Mengutip data BPS, Moeldoko menyebutkan, penyusutan lahan di Indonesia terjadi secara signifikan setiap tahunnya. Menurutnya, hampir 120 ribu hektar lahan berubah fungsi setiap tahunnya.

Khusus Indonesia, kata dia, selain penyusutan lahan kita memiliki lima persoalan pertanian lainnya. Pertama, pemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0,2 hektar dan kondisi tanah yang sudah rusak. Kedua, aspek permodalan. Ketiga, lemahnya manajemen petani. Keempat, minimnya penguasaan teknologi dan inovasi. Dan, kelima adalah penanganan pasca panen.

Moeldoko juga menyinggung tentang kebiasaan umumnya petani yang sering latah dalam menanam. Mereka sering latah menanam tanaman yang sedang tinggi harganya di pasaran. Ini justru sering merugikan petani pada jangka panjang.

Hal ini berkaitan juga dengan masih lemahnya mengelola permintaan dan penawaran harga komoditas. Sehingga pada saat-saat tertentu harga yang sedang panen selalu turun karena kelebihan pasokan. 

“Masalah lain adalah tingkat produksi kita belum optimal. Namun semua tantangan tersebut bukan berarti menjadi justifikasi berkurangnya produksi. Dengan inovasi dan teknologi kita harus mampu melipatgandakan produksi pangan dan pertanian nasional,” ujarnya.

Baca juga : Tito Akui Banyak Persoalan Perbatasan Belum Selesai

Menurutnya, produktivitas pertanian nasional penting ditingkatkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan, sehingga kita memiliki kedaulatan pangan yang kuat dan tidak perlu lagi mengimpor. Bahkan sebaliknya mampu menjadi pengekspor guna menambah devisa negara dari hasil produk pertanian.

Dalam jangka panjang, dan ini penting diperhatikan, adalah Indonesia harus mampu menjadi lumbung pangan yang akan turut menyuplai kebutuhan dunia. Kita harus menjadi bagian dari produsen pertanian yang sanggup mengatasi kemungkinan terjadinya krisis pangan dalam beberapa tahun ke depan akibat peningkatan populasi, khususnya di Kawasan Asia.

Oleh karena itu, pada 2020 ini, kata dia, Indonesia menginisiasi membangun sinergi dan kolaborasi antarnegara dan antarpebisnis di kawasan Asia untuk membangun kemandirian pertanian dan ketahanan pangan. Peran dan posisi Asia dalam produksi pertanian global sangat besar. Jadi kolaborasi itu, selain untuk membangun ketahanan pangan negara-negara Asia sekaligus menjamin ketersediaan pangan dunia.

Moeldoko menyebutkan, ASAFF menjadi forum pertemuan stakeholders pertanian untuk membahas isu-isu strategis pertanian di kawasan Asia dan membangun kerja sama Government to Govverment (G2G) dan Business to Businss (B2B) dalam kebijakan pertanian, budidaya pertanian, teknologi pertanian, dan bisnis sektor pertanian, dalam arti luas pertanian, perikanan, peternakan.

Melalui forum ASAFF, Indonesia juga ingin mengembalikan kejayaan rempah nasional dan buah-buah tropikal Nusantara. 

Baca juga : MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS

Sejak dulu Indonesia dikenal dengan kekayaan rempahnya di dunia, namun potensi rempah tersebut belum dikembangkan secara strategis menjadi salah satu kekuatan ekonomi pertaniaan nasional yang dapat merajai pasar dunia, khususnya Asia.

Forum pertanian Asia ini sekaligus akan membahas sinergi dan kolaborasi negara-negara Asia dalam membangun kemandirian pertanian dan kedaulatan pangan akan berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), 12-14 Maret 2020.

ASAFF 2020 merupakan yang kedua kalinya dilaksanakan oleh HKTI setelah yang pertama pada 2018. Tema tahun ini adalah “Asian Agriculture Collaboration in Global Economic Competition”. Di dalamnya membahas pengalaman negara-negara di Asia dalam mengembangkan pertanian dan merancang sinergi dan kolaborasi  memperkuat pertanian Asia untuk menjadi pemain utama di sektor pertanian global.

Pembukaan ASAFF 2020 di Istana dihadiri sekitar 400 peserta yang terdiri atas pengurus HKTI, petani, pegiat pertanian, dan pegiat bisnis di bidang pertanian, serta sejumlah menteri terkait. Moledoko tak lupa kembali mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi yang berkenan membuka ASAFF 2020 sekaligus menerima delegasi HKTI, terutama para petani. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.