Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Direksi Anyar Harus Kompeten

Tantangan Bisnis Pertamina Diprediksi Bakal Makin Berat

Jumat, 5 Juni 2020 13:10 WIB
Diskusi virtual yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (4/6).
Diskusi virtual yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (4/6).

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi virus corona (Covid-19) berpengaruh buruk terhadap perusahaan Migas di seluruh dunia termasuk Pertamina. Bahkan diprediksi dampaknya akan terus terjadi hingga wabah ini kelar. 

Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai kondisi ini menjadi tantangan berat bagi Pertamina. Kondisi itu disebabkan oleh banyak hal  antara lain perubahan pola konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang menurun.

"Sekarang ini banyak orang beraktivitas via digital. Kalau pola hidup berubah maka tingkat konsumsi BBM juga akan bergeser. Otomatis bisnis ikut melambat," terangnya dalam acara diskusi virtual yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Kamis (4/6).

Tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang menurun. Pertamina akan menemui tantangan lainnya antara lain seperti sumur sumber Migas yang sudah sangat tua sehingga butuh perawatan ekstra. Akibatnya ongkos produksi jadi lebih besar.

"Migas kita saat ini relatif tergantung pada lapangan-lapangan yang lebih tua. Cost recovery itu relatif lebih mahal dalam kondisi tertentu bahkan tidak kompetitif jika dibandingkan dengan harga Migas impor," terangnya.

Besarnya tingkat perawatan sumber Migas dalam negeri menjadi penyebab mahalnya harga minyak lokal. Hal ini yang sebetulnya perlu disampaikan ke publik. Banyak yang bertanya-tanya, kenapa harga minyak bumi lokal mahal padahal minyak dunia lagi murah.

"Jika di compare dengan harga di luar tentu tidak seimbang. Inikan mandatori harus diserap di domestik maka harga di kita jauh lebih mahal ketimbang impor. Tapi kualitas kita itu lebih bagus ketimbang dari bahan bakar impor," katanya.

Baca juga : Anis Matta Prediksi Krisis Global Akan Berlarut

Dia melihat tantangan kedepannya jauh lebih besar dan lebih berat. Sehingga Pertamina, lanjut Komaidi butuh figur pemimpin yang sangat paham kondisi teknis. Selain paham teknis lebih penting lagi harus adaptif dan bisa menjelaskan dengan cara fan bahasa yang mudah dimengerti stakeholder serta publik.

Apalagi, Pertamina akan mengelola Blok Rokan yang menjadi kontributor produksi nomor dua setelah Blok Cepu.

Guru Besar Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), Tutuka Ariadji mengatakan, Pertamina akan menghadapi permasalahan teknis yang berat karena akan mengelola Blok Rokan pada 2021.

"Lapangan Rokan di Minas memiliki permasalahan teknis kelas dunia," katanya.

Untuk itu, perlu leader di Pertamina yang bisa melihat teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasinya.

"Leader-nya memang perlu mengetahui politik, tapi jika tidak menguasai teknologi yang dibutuhkan, buat apa?" cetus Tutuka.

Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiranto menambahkan, pimpinan Pertamina perlu memiliki kemampuan adaptif dalam suatu kasus.

Baca juga : Demi Kelangsungan Energi, Pertamina Jaga Produksi Hulu Migas

Direksi harus punya view yang lebih luas, tidak hanya teknis saja. Karena mau tidak mau, berhubungan dengan nonteknis.

"Idealisme yang kuat di teknis bisa terkalahkan dengan soal lain. Untuk itu, harus berani. Pertamina itu pelat merah. Kalau terlalu idealis, bisa mati juga," kata Julius.

Seperti diketahui, Kementerian BUMN merencanakan RUPS Pertamina yang hingga kini belum terang kepastiannya.  Awalnya disebut-sebut pada 10 Juni 2020.

Dikabarkan, sejumlah direksi bakal diganti, termasuk direktur hulu. Selain itu, beberapa dirut anak usaha hulu Pertamina yang bersiap pensiun adalah Dirut PT Pertamina EP Cepu-Jamsaton Nababan, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia-Bambang Manumayoso, dan Direktur Utama PT Pertamina International EP-Deni S Tampubolon.

"Jadi leader di Pertamina tidak hanya harus pintar, tapi pintar-pintar," kata Julius.

Adapun Direktur Utama PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf telah pensiun per 22 Mei lalu.

Terkait dengan rencana RUPS PT Pertamina (Persero) harus dijadikan momentum untuk memilih figur baru direktur hulu Pertamina.

Baca juga : Personel TNI Dan Polri Bakal Awasi Mall Di Masa New Normal

Apalagi, industri migas saat ini menghadapi triple shock. Nanang dinilai mampu memenuhi kriteria pimpinan perusahaan di hulu.

Tentu dengan mempertimbangkan segala aspek seperti tertuang dalam Permen BUMN Nomor PER-OS/MBU/02/2015, yaitu latar belakangnya pendidikan yang sesuai dan diperlukan hulu.

Nanang dianggap berpengalaman kerja di dalam dan luar negeri, bahkan hingga penugasan ke Libya saat itu (2014) serta paham terhadap isu-isu strategis dalam proses bisnis migas dari hulu ke hilir.

Nanang juga dinilai figur yang komit melaksanakan tata nilai fundamental Pertamina pimpinan yang harus bersih dari segala macam track record negatif. Pertamina juga perlu melaksanakan diskusi dengan Serikat Pekerja Pertamina dari Sabang sampai Merauke. 

Apalagi di sana ada wadah aspirasi para pekerja Pertamina bersinergi dan komunikasi dengan perusahaan serta selanjutnya efektivitas komunikasi tersebut akan mampu menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan ke depan. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.