Dark/Light Mode

Berkat Gross Split

Kini, Dana Eksplorasi Migas Semakin Besar

Rabu, 20 Februari 2019 11:01 WIB
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. (Foto : esdm.go.id)
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. (Foto : esdm.go.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, kini dana untuk eksplorasi cadangan migas makin besar setelah ada klausal tentang komitmen kerja pasti.

“Dana eksplorasi yang tersedia dari APBN hanya 5 juta dolar AS atau sekitar Rp 60 miliar sampai Rp 70 miliar setahun. Apa yang bisa diharapkan? Akhirnya kita mencari cara baru lewat blok-blok terminasi dibuat term baru, lahirlah komitmen kerja pasti di mana dana itu bisa digunakan untuk eksplorasi,” ungkap Arcandra saat Seminar Energi Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas yang digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), di Jakarta, kemarin.

Arcandra menyebutkan sampai saat ini Kementerian ESDM sudah mengantongi komitmen kerja pasti mencapai Rp 31,5 triliun.

Baca juga : Industri Otomotif Semakin Ngebut

Sekadar informasi, komitmen kerja pasti ini merupakan inovasi pemerintah untuk menggenjot eksplorasi. Komitmen tersebut merupakan bagian dari skema kontrak bagi hasil gross split (bagi hasil).

Selain soal dana eksplorasi, Arcandra mengungkapkan, pemerintah menyiapkan terobosan baru. Pemerintah berencana akan membuka akses data migas untuk kebutuhan eksplorasi migas.

Disebutkannya, data yang bisa diperluas aksesnya antara lain data akuisisi dan data spesifikasi survei sesmik migas. Namun demikian, sampai saat ini belum diputuskan, data apa saja yang akan di permudah aksesnya. D an, dipastikannya, kendali tetap di pemerintah.

Baca juga : Investasi Besar-besaran Tingkatkan Cadangan Migas

Ketua Alumni Teknik Geologi ITB Syamsu Alam berharap, langkah yang diambil pemerintah bisa meningkatkan produksi migas nasional sehingga ke depan bisa tetap memenuhi kebutuhan masyarakat. 

Menurutnya, hingga 2050 kebutuhan migas khususnya minyak secara persentase belum berkurang secara signifikan. Bisa mencapai 2 juta-3 juta barel per hari (bph). Sementara cadangan Indonesia makin terbatas. Sehingga butuh upaya luar biasa agar produksi nasional bisa terus meningkat.

“Kita harus ingat, produksi minyak saat ini 800 ribu itu yang 200 ribu bph berasal dari Banyu Urip. Kalau tidak ada Banyu Urip, produksi hanya 500 ribuan. Kalau tidak menemukan Banyu Urip lainnya, kita akan menghadapi masalah besar nantinya,” ujar mantan Direktur Utama Pertamina EP ini.

Baca juga : Agar Berdaya Saing, Industri Migas Harus Tekan Biaya Operasional

Wakil Ketua Alumni Teknik Geologi ITB, Nanang Abdul Manaf menyebutkan, berdasarkan neraca sumber energi primer migas 2025 2025 akan ada defisit minyak sebesar 1,39 juta bph dan 2.837 juta standar kaki kubik per hari (MMCFD) gas. Dan, defisit akan makin besar pada 2050 bisa mencapai 3,82 juta BOPD minyak dan 24.398 MMSCFD gas. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.