Dark/Light Mode

RUU Cipta Kerja Momentum Reformasi Investasi Dan Lapangan Pekerjaan

Selasa, 7 Juli 2020 13:26 WIB
Analis Center For Indonesian Policy Studies (CIPS) Andre Surianta/Ist
Analis Center For Indonesian Policy Studies (CIPS) Andre Surianta/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja dinilai menjadi awal yang baik untuk menjaga momentum reformasi investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Mengingat regulasi menarik investor dianggap masalah klasik yang terjadi, bahkan jauh sebelum adanya pandemi Covid-19 yang membuat ketidakpastian industri.

“Regulasi investasi Indonesia kompleks dan mengalami obesitas. Ini membuat Indonesia gagal merebut peluang ketika sejumlah perusahaan multinasional mencari rantai pasokan alternatif selain China. Ditambah terjadinya kekacauan dalam rantai pasokan global akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, alih-alih menangkap peluang, target realisasi investasi Indonesia 2020 justru dipangkas dari Rp 886 triliun ke Rp 855,6 triliun, sebelum turun lebih dalam lagi menjadi Rp 817,2 triliun,” jelas analis Center For Indonesian Policy Studies (CIPS) Andre Surianta.

Menurutnya, krisis telah menguak berbagai kelemahan dalam sistem regulasi Indonesia. Tantangannya, apakah RUU Cipta Kerja dapat menyelesaikan masalah kompleksitas dan obesitas regulasi ini?

Baca juga : Kado Kemerdekaan, BP2MI Bebaskan Biaya Pekerja Migran

Andre mengatakan, Indonesia dapat belajar dari pengalaman Korea Selatan setelah krisis 1997, di mana 22.144 peraturan ditinjau, 6.134 peraturan dihapuskan, dan 5.026 peraturan diubah. Saat ini, berdasarkan basis data peraturan.go.id, Indonesia masih dibebani oleh lebih dari 40 ribu peraturan.

Pernyataan senada disampaikan Direktur Riset Indeks Arif Hadiwinata yang mengatakan, dibutuhkan instrumen kebijakan inovatif untuk menghadapi resesi ekonomi. Akibat pandemi Covid-19 yang telah menggoncang rantai pasokan global, angka pengangguran melonjak tajam seiring jutaan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Apalagi, angka pengangguran diprediksi meningkat setelah pandemi berakhir. Hal tersebut terjadi jika Indonesia tidak menderegulasi peraturan-peraturan yang selama ini menyumbat kebebasan berinvestasi dan berbisnis.

Baca juga : KA Bandara Beroperasi Lagi, Kapasitas Penumpang Tetap 70 Persen

“RUU Cipta Kerja diperlukan untuk menjadikan ekonomi Indonesia lebih kompetitif dalam kancah global. Sebaliknya, jika RUU Cipta Kerja tidak disahkan, daya saing ekonomi Indonesia akan makin tertinggal, termasuk dari negara-negara ASEAN yang kini giat menggenjot investasi. Bahkan, sangat mungkin Indonesia akan kembali terjerumus menjadi negara miskin,” tegas Arif.

Sementara, Wakil Ketua International Council for Small Business (ICSB) Banten Djaka Badranaya mengatakan, investasi di Indonesia perlu selaras dengan semangat penguasaan pasar domestik, ketahanan pangan, serta peningkatan daya saing Indonesia dalam ekonomi global. Kenyataannya, tingkat efisiensi investasi Indonesia masih rendah, yang tercermin pada tingginya skor Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang masih tinggi.

“Investasi Indonesia didominasi oleh sektor jasa, yakni sekitar 57,5 persen pada 2019, menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan industri pengolahan dan pertanian. Karena itu, seberapa jauh kualitas investasi itu berhasil ditingkatkan tidak cukup hanya mengandalkan reformasi regulasi, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti mentalitas birokrasi, efektivitas koordinasi dan turunan kebijakan-kebijakan teknis yang kongruen,” jelasnya. [MER]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.