Dark/Light Mode

Hadapi Bisnis Di Era New Normal, Bank Butuh Penguatan Modal

Kamis, 9 Juli 2020 19:00 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

RM.id  Rakyat Merdeka - Kondisi pandemi Covid-19 membuat kinerja ekonomi termasuk keuangan Tanah Air megap-megap. Di sektor perbankan, mereka harus tetap menjalani bisnisnya meski ancaman mulai dari permodalan hingga kredit macet menghantui.

Dari data biro riset Infobank, risiko kredit bank hingga April 2020 meningkat ke 2,89 persen secara gross, disisi lain loan to deposit ratio (LDR) menurun ke 91,55 persen.

Sementara dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri mencatat hingga 18 Mei 2020, sebanyak 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitor dengan nilai outstanding Rp 458,8 triliun.

Melihat kenyataan ini, perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas tetap terjaga, di tengah kondisi pandemi saat ini. Tidak peduli, jika kepemilikan saham pihak asing di suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa terangkat dan kembali kencang dengan setoran modal.

"Setor modal bagi bank adalah harus. Kita harus menghargai pemilik bank yang rajin setor modal, selain memperkuat bank, tapi sekaligus menunjukan komitmen dalam membesarkan bank, karena bank itu bisnis jangka panjang yang padat modal,” jelas Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto dalam diskusi infobanktalknews dengan tema "Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank" di Jakarta, Kamis (9/7).

Bank asing sendiri telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia atau tepatnya sejak tahun 1746 yakni, De Bank Van Leening.

Baca juga : Standarisasi Bisa Cegah Peredaran Vape Ilegal

Hingga saat ini total ada 42 Bank Umum di Indonesia yang dalam status kepemilikan asing. Dari jumlah tersebut, Bank dalam kepemilikan asing yang asetnya diatas Rp 100 triliun di antaranya, Bank Danamon, CIMB Niaga, Maybank Indonesia, OCBC NISP, UOB Indonesia, Permatabank, dan MUFG Bank.

"Porsi kepemilikan tidak menjadi masalah, yang penting kontribusinya kepada perekonomian Indonesia, menjalankan fungsi intermediasi agar dunia usaha berjalan, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan pada akhirnya pajak meningkat,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, ada 97 persen akuisisi bank dilakukan oleh investor asing, dan sisanya lokal. Menurutnya itu tidaklah masalah, karena investasi ke bank selalu jangka panjang, dibandingkan investasi di pasar modal berupa hot money yang mudah terbang.

"Lihat saja juga, bank-bank BUMN yang go publik kan sahamnya banyak dikuasai asing dan deviden yang dibayar juga terbang. Harus diatur pembagian deviden yang bisa dibawa ke luar negeri. Itu yang penting, jangan diskusi asing atau non asing, lelah. Zaman sudah berubah,” tegasnya.

Diakui Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk Rivan A Purwantono, menghadapi tekanan kualitas kredit, bank akan melakukan penguatan internal apapun sesuai kaidah bisnis.

"Tujuannya untuk menjaga kualitas kredit serta melakukan percepatan penyelesaian kredit bermasalah," katanya di acara yang sama.

Baca juga : Liga Inggris : Mo Salah Menggila, Man City Pesta Gol

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto menegaskan, peran serta komitmen kepemilikan modal perbankan nasional sangat dibutuhkan guna menjaga sustainabilitas atau keberlangsungan kinerja bank ditengah tekanan pandemi Covid-19.

Menurutnya, di tengah kondisi saat ini, pemilik modal harus senantiasa berkomitmen menjaga kesehatan bank, tak peduli dari asing maupun dalam negeri.

“Kita memonitori dua risiko ini saja risiko likuditias risiko kredit dan bantalan yang cukup memadai dari sisi CAR. Itu kenapa peran kepemilikan modal sangat diperlukan dalam kondisi krisis saat ini,” ujarnya.

Sementara itu, Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto menuturkan, Capital itu sangat penting buat bank ditengah kondisi pandemi yang belum diketahui ujungnya hingga kini.

Karena dengan modal yang cukup, bank bisa lebih kuat lagi dalam mendukung operasionalnya. Apa lagi ditengah kondisi seperti saat ini.

Ada dua cara yang bisa dilakukan bank untuk menjaga kecukupan modalnya, bisa lewat suntik modal langsung dari pemegang saham pengendali, atau bisa juga dengan tidak membagikan dividen.

Baca juga : Di Era The New Normal, Yuk Ajarkan Anak Protokol Kesehatan

"Perbankan harus 'lari maraton' dalam jangka panjang ini untuk bertahan. Sampai kita benar-benar tau kapan produksi vaksin dan pendistribusiannya," kata Ryan.

Bersyukur lanjutnya, BI telah mengeluarkan quantitative easing atau kebijakan pelonggaran moneter sehingga bank-bank bisa bergerak lebih leluasa. Ia melihat, Capital Adequacy Ratio (CAR) secara industri sejauh ini sudah menurun dari 23 persen ke level 21 persen hingga Maret 2020.

Artinya sejauh ini telah banyak bank-bank telah mengeluarkan dana pencadangannya. Bank pun saat ini tidak hanya harus menjaga kualitas asetnya, tapi juga harus menjaga likuiditasnya. Sehingga penting bank-bank menjaga kecukupan modalnya.

"Karena likuiditas itu diibaratkan seperti darah. Disitu ada vitamin, nutrisi dan sebagainya. Jika bank likuiditasnya kering, bisa bahaya," tandasnya. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.