Dark/Light Mode

Cegah Penjajahan Digital, Pakar: OTT Perlu Diatur UU Penyiaran

Jumat, 2 Oktober 2020 23:15 WIB
Ilustrasi digitalisasi. (Foto: ist)
Ilustrasi digitalisasi. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar Kebijakan dan Legislasi Teknologi Informasi, Danrivanto Budhijanto, memperingatkan adanya penjajahan model baru, yaitu kolonialisme digital. 

"Saya berharap bentuk ekonomi digital yang sudah terbentuk sejak 5 tahun lalu dan kita rasakan sekarang manfaatnya ini, kemudian digarong oleh global tech dunia. Karena dia tahu, di Indonesia kita belum memiliki convergence norms terhadap penyiaran berbasis teknologi Internet," kata Danrivanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/10).

Pernyataan itu disampaikan Danrivanto saat jadi saksi ahli dari Pemohon, yaitu RCTI dan iNews dalam persidangan virtual uji materi (judicial review/JR) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) di Mahkamah Konstitusi. 

Baca juga : Bos Peruri Tepis Mau Rampok Duit Pertamina

Dia mencontohkan layanan streaming Netflix, saat ini sudah melakukan pembayaran melalui digital currency. Di sinilah, tanpa disadari  telah terjadi manipulasi digital. 

Tanpa disadari pula, setiap transaksi yang dilakukan di Indonesia, pada kenyataanya aktivitas tersebut diproses di negara lain. Mereka mengeksploitasi data masyarakat Indonesia. 

“Kemudian data itu dijadikan sebagai nilai di perusahaan mereka, sehingga nilai investasinya begitu banyak dan sangat menarik investor," katanya. 

Baca juga : Gelar Pelatihan Dan Perbaikan PAUD, BTN Dukung Sektor Pendidikan

Amerika Serikat, kata Danrivanto, bisa menjadi contoh ketegasan dalam menindak perusahaan-perusahaan asing yang 'nakal'. Karena, aturan di negara tersebut menyebutkan ketika terjadi persoalan hukum, korporasinya harus bisa diseret ke pengadilan. 

"Contohnya, Tik Tok itu bukan semata-mata hanya perusahaan konten, tapi Amerika mengatakan kamu adalah platform asing. Kamu kalau mau masuk ke Amerika, pemegang saham, pengendalinya, harus berbadan hukum Amerika," kata Danrivanto. 

Dalam kasus ini, secara jelas ditunjukkan adanya kedaulatan virtual. Hal itu juga ditunjukkan Singapura. Begitu tahu potensi dari kedaulatan virtual, negara tersebut buru-buru membuat aturannya. 

Baca juga : Kementan Dorong Penetapan Dan Pelepasan Galur Ternak

Selanjutnya, China dan India juga melakukan proteksi luar biasa terhadap aplikasi masing-masing. Artinya, pada pendekatan ini, negara-negara tersebut mengetahui masa depan mereka ada di ekonomi digital. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.