Dark/Light Mode

OMAI Masuk JKN, Indonesia Bisa Mandiri Bahan Baku Obat

Jumat, 6 November 2020 20:03 WIB
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro. (Foto: Antara)
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro menilai terhambatnya pemanfaatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berasal dari biodiversitas alam Indonesia akibat persoalan dari sisi hilir.

Salah satu OMAI yang tidak bisa diresepkan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga terdapat keterbatasan pemanfaatan oleh masyarakat. Sementara itu di sisi regulasi, terdapat Peraturan Menteri Kesehatan No 54/2018 yang membuat OMAI tidak bisa masuk Formularium Nasional di program JKN.

Terhambatnya pemanfaatan OMAI yang diproduksi industri farmasi nasional ini, diyakini membuat percepatan kemandirian bahan baku obat dalam negeri tidak tercapai. “Keprihatinan kita dimulai dengan fakta 95 persen bahan baku obat itu dipenuhi dari impor yang menggerus devisa negara. Sementara dokter kita sudah terbiasa memberikan obat-obat ini kepada para pasiennya,” kata Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara kunci webinar Dialog Nasional “Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional” yang diselenggarakan oleh Tempo Media Group, Jumat (6/11).

Untuk bisa menekan impor bahan baku obat tersebut, Bambang meminta semua pihak mengampanyekan penggunaan OMAI. Salah satunya oleh para dokter. Ia menilai selama ini dokter-dokter di Indonesia belum terbiasa memberikan resep obat-obatan herbal kepada pasiennya karena sudah terlanjur nyaman menggunakan obat-obatan kimia.

Kondisi itu menurut Bambang Brodjonegoro justru menghambat penelitian dan pengembangan OMAI oleh industri farmasi nasional. Padahal pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia.

Baca juga : PT Pos Indonesia Optimis Penyaluran BST Tahap 8 Capai Target

Mantan Menteri Keuangan itu menegaskan, target Presiden Jokowi untuk menciptakan kemandirian industri obat nasional sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Obat dan Alat Kesehatan bisa jalan di tempat tanpa kontribusi para dokter.

“Setelah saya pelajari, pengadaan obat dan alat kesehatan di rumah sakit itu yang menentukan adalah dokter yang langsung memberikannya ke pasien. Kuncinya ada di dokter ini,” imbuh Bambang Brodjonegoro.

Untuk diketahui, saat ini OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan JKN karena belum tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 54 Tahun 2018. Akibatnya, BPJS Kesehatan tidak meng-cover biaya pembelian obat-obatan herbal tersebut. Kondisi yang membuat pemanfaatan OMAI di dunia medis hanya sebatas pelengkap obat-obatan kimia.

“Kalau tidak masuk JKN, tentu OMAI susah bersaing dengan obat berbahan baku impor. Harus ada ketegasan kita prioritaskan bahan baku obat dari negara kita sendiri. Saya yakin kalau sudah masuk JKN akan ada banyak lagi pihak yang melakukan riset karena sudah ada fasilitas super tax deduction sampai 300 persen itu,” ujar Bambang.

Terkait Revisi Permenkes 54, Direktur Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan, Dita Novianti Sugandi mengatakan, instansinya sangat mendukung pemanfaatan OMAI di dunia medis. Permenkes Nomor 17 Tahun 2017 disebutnya mengakomodasi pemanfaatan OMAI di fasilitas layanan kesehatan primer, yaitu Puskesmas.

Baca juga : Gandeng Bank DBS Indonesia, Flip.id Sediakan Transfer Antarbank Gratis

Sementara, untuk bisa memasukkan obat tertentu ke daftar obat nasional yang dapat digunakan dalam JKN ada mekanismenya. Terutama harus ada penyampaian usulan dari pihak terkait yang dilengkapi data pendukung, yang nanti akan dikaji oleh Komite Nasional sesuai international practice, serta memenuhi kriteria tertentu dan disetujui BPOM.

“Tidak ada niat kami menghalangi penggunaan obat herbal dalam JKN, karena buktinya sudah bisa digunakan di fasilitas kesehatan primer,” kata Dita Novianti Sugandi.

Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS), Raymond R. Tjandrawinata menilai insentif pemotongan pajak tersebut akan merangsang pelaku industri farmasi untuk melakukan lebih banyak penelitian dan pengembangan OMAI. Namun karena masih baru jadi butuh proses. “Sekarang bagaimana caranya agar lebih banyak lagi dokter-dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) untuk menggunakan OMAI. Caranya adalah harus masuk ke JKN, sehingga dokter tidak ragu meresepkannya ke pasien,” kata Raymond.

Indonesia sendiri memiliki biodiversitas alam terbanyak kedua di dunia setelah Brazil, sehingga bahan baku herbal untuk membuat obat banyak tersedia. Namun sayangnya, pemanfaatan OMAI di Indonesia justru kalah dibandingkan negara-negara lain. “Di Jerman, 53 persen pemanfaatan obat-obatan di sana adalah berbahan herbal. Di China itu 30 persen dan Korea 20 persen. Kita tertinggal karena tidak difasilitasi penggunaannya,” ungkapnya.

Farmasi Asing

Baca juga : Academy Digital Motorsport Indonesia, Wadah Pembinaan Balap Virtual

Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Muhammad Khayam menilai, ketergantungan industri farmasi di dalam negeri terhadap bahan baku impor tidak lepas dari status penanaman modal asing (PMA) perusahaan-perusahaan tersebut. “Tingkat ketergantungan perusahaan farmasi PMA kepada induknya masih tinggi. Dari 24 perusahaan farmasi, hanya 4 perusahaan berstatus BUMN dan sisanya swasta nasional,” kata Muhammad Khayam.

Sementara untuk membangun pabrik petrokimia di dalam negeri yang bisa memasok kebutuhan industri farmasi, secara keekonomian dinilai kurang feasible. “Dari hitungan bisnis memang industri bahan baku kurang menarik karena kurang feasible kalau hanya memasok kebutuhan di dalam negeri. Lalu insentifnya juga dinilai belum mampu menarik investasi. Tapi nanti coba kita dorong Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bahan baku obat ini agar bisa jadi menarik,” ujarnya. [DIT]

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.