Dark/Light Mode

Apkasindo Minta Turunan UU Cipta Kerja Pro Petani Sawit

Kamis, 24 Desember 2020 16:01 WIB
Petani sawit. (Foto: Antara)
Petani sawit. (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah untuk melindungi perkebunan sawit petani melalui regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

“Dari data kami perkebunan sawit rakyat yang diklaim dalam Kawasan Hutan seluas 3,2 Juta hektare (48 persen) dari 6,7 juta hektare. Akibat klaim kawasan hutan, maka perkebunan sawit petani tidak bisa mengikuti program strategis Presiden Jokowi seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),“ ujar Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung, Kamis (24/12).

Gulat mengatakan, sejak awal petani sawit yang tergabung dalam Apkasindo sangat mendukung penyusunan UU Cipta Kerja. Karena semangat regulasi ini bertujuan menyederhanakan regulasi dan membantu petani rakyat dalam persoalan legalitas. Namun, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang sawit rakyat tidak menguntungkan petani. 

"Kalau produk turunannya membebani, secara tegas jelas petani menolak," ujar dia.

Baca juga : Kemitraan Kementan Dengan KBHI Dorong Penyerapan Produk Petani

Menurut dia, kebijakan sanksi administrasi dalam RPP dinilai masih merugikan petani. Pertama, RPP Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Denda Administratif atas Kegiatan Usaha yang telah Terbangun di dalam Kawasan Hutan.  

Di rancangan aturan ini, kata Gulat, hanya untuk menyelesaikan persoalan klaim perkebunan sawit rakyat dalam kawasan hutan yang sudah melalui proses penetapan. Pasalnya defenisi kawasan hutan yang diatur dalam RPP adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan.

Sebelum ke tahap penetapan, harus melalui penunjukan, penataan batas (BATB), penataan, dan terakhir penatapan kawasan hutan. Ini semua diatur dalam UU Nomor 19/2004. “Jadi jika proses tahapan ini belum tuntas maka kawasan hutan belum sah secara hukum. Padahal banyak lahan petani sawit yang diklaim berada dalam kawasan hutan belum mencapai tahap penetapan kawasan hutan,” ujar Gulat.

Persoalan lain, kata Gulat, RPP telah mengunci definisi perizinan berusaha terbatas pada izin lokasi dan izin usaha di bidang perkebunan. Padahal, petani sawit tentu saja tidak memiliki izin-izin tersebut karena memang tidak diwajibkan oleh undang-undang sebelumnya demikian juga dengan Permentan.

Baca juga : Pakai Jaket Biru Muda, Menteri Baru Siap Kerja Kapan Saja

Ketiga, RPP Sanksi Administrasi tersebut menutup peluang bagi para pekebun yang lahannya 6-25 Ha untuk memperoleh pelepasan kawasan hutan. Padahal ketentuan hukum di bidang perkebunan telah memberikan hak bagi petani sawit untuk mengelola lahannya maksimal 25 Ha.

Keempat, kata dia, dalam draf RPP bagi petani yang luas lahannya 5 hektare ke bawah akan diakomodir RPP, tapi dengan syarat wajib tinggal dikebun atau berdomisili sekitarnya. 

Kelima, dikatakan solusi yang ditawarkan dalam RPP Sanksi Administrasi berupa persetujuan penggunaan kawasan hutan bagi petani sawit tidak akan dapat dicapai jika petani sawit tidak mampu membayar denda administrasi yang telah ditetapkan. 

“Ini tidak masuk akal, masa petani harus membayar denda. Karena mustahil petani dapat bayar denda yang nilainya ratusan juta rupiah,” jelas Gulat. 

Baca juga : Jelang Natal, TSB Berikan Harga Paket Spesial

Keenam, RPP Sanksi Administrasi tersebut bertentangan dengan UU Cipta Kerja. Pasalnya membuka ruang untuk tetap melanjutkan penyidikan atas dugaan kegiatan perkebunan dalam Kawasan hutan yang dilaksanakan sebelum terbitnya UU Cipta Kerja.

Atas dasar itulah, Apkasindo mengusulkan mengeluarkan seluruh areal kebun sawit (eksisting) dari kawasan hutan yang masih dalam tahap penunjukan, tahap penataan batas, tahap pemetaan berdasarkan tanda bukti hak berupa surat tanda daftar budidaya, hak-hak adat, tanda bukti jual beli lahan pekebun dan tanda bukti hak lainnya yang diakui masyarakat hukum adat setempat yang terbit sebelum berlakunya UU Cipta Kerja. 

Selanjutnya, definisi perizinan berusaha diperluas termasuk di antaranya surat tanda daftar budidaya, hak-hak adat, tanda bukti jual beli lahan pekebun dan tanda bukti hak lainnya yang diakui masyarakat hukum adat setempat yang terbit sebelum berlakunya UU Cipta Kerja. 

Usulan berikutnya adalah memasukkan hak dan kepentingan rakyat yang terindikasi dalam kawasan hutan kedalam penyusunan RPP dengan membuat pasal-pasal khusus tentang penyelesaian kepemilikan lahan pekebun sawit. Selain itu, pemerintah dapat memfasilitasi dan mempermudah proses penyelesaian klaim kawasan hutan. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.