Dark/Light Mode

Ada Perbedaan Kebutuhan Dengan Alokasi Dari Pemerintah

Potensi Kelangkaan Pupuk Tahun Ini Masih Cukup Besar

Rabu, 27 Januari 2021 19:22 WIB
Seorang pekerja hendak mengangkut pupuk di gundang. (Foto: Istimewa)
Seorang pekerja hendak mengangkut pupuk di gundang. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Potensi kelangkaan pupuk di tahun ini masih cukup besar karena perbedaan yang signifikan antara kebutuhan dengan alokasi yang diberikan Pemerintah. Pandangan itu diutarakan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin.

Berdasarkan usulan sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dari seluruh daerah, kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2021 mencapai 23,4 juta ton. Angka ini jauh lebih besar dari anggaran APBN 2021 yang hanya mampu memenuhi subsidi sekitar 9 juta ton ditambah 1,5 juta liter pupuk organik cair.

Baca juga : Tunggu Regulasi Pemerintah, KAI Siap Tempatkan GeNose C19 Di Berbagai Stasiun

"Benar, kelangkaan pupuk masih akan terjadi pada 2021 ini. Karena perbedaan kebutuhan dengan kemampuan keuangan Negara," kata Bustanul, Rabu (27/1).

Di saat yang sama, Pemerintah bersama produsen pupuk telah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalisasi dan efisiensi anggaran subsidi pupuk. Upaya pertama yakni dengan menurunkan HPP produksi, salah satunya melalui melalui insentif harga gas bagi industri pupuk. Langkah ini berhasil menciptakan efisiensi sebesar Rp 2,4 triliun berkat penurunan harga pokok penjualan (HPP) mencapai 5 persen. Pemerintah juga melakukan perubahan formula NPK 15:15:15 menjadi NPK 15:10:12 sehingga menghasilkan efisiensi sebesar Rp 2,2 triliun.

Baca juga : Pemerintah Patok BSI Kalahkan Bank Qatar

Selanjutnya, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar Rp 300-450 per kg, dan menghasilkan efisiensi Rp 2,5 triliun. Sederet upaya tersebut menghasilkan total efisiensi sekitar Rp 7,3 triliun yang dapat menutupi kekurangan APBN untuk subsidi pupuk 2021.

Bustanul menilai, dengan kenaikan HET pupuk subsidi dan dengan simulasi harga gas yang turun, maka volume pupuk bersubsidi bisa bertambah sampai 13 juta ton, dengan anggaran yang sama, yakni Rp 25,3 triliun. "Analisis skenario itu menghasilkan volume pupuk bersubsidi naik menjadi 13,6 juta ton jika harga gas turun mengikuti harga gas tingkat internasional," kata Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila tersebut.

Baca juga : Dapat Dukungan Dari Pemerintah, Eksportir Sarang Burung Walet Happy

Selain alokasi pupuk subsidi, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Pupuk Indonesia selaku produsen, juga perlu mewaspadai database petani dalam kelompok tani yang harus mengunggah e-RDKK ke sistem pupuk bersubsidi di Kementan. Sekitar 42 persen petani Indonesia tidak menjadi anggota kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) sehingga cukup menyulitkan verifikasi kebutuhan dan alokasi subsidi pupuk.

Di samping itu, sampai Desember 2020 implementasi Kartu Tani baru mencapai 1,65 juta orang atau 11,87 persen dari 13,9 juta petani yang tercatat dalam e-RDKK 2020, berdasarkan data Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan. "Isu akurasi e-RDKK dan cakupan atau akses Kartu Tani merupakan PR yang harus diselesaikan dalam implementasi subsidi pupuk pada 2021," kata Bustanul. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.