Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menakar Keterkaitan Bahasa Sansekerta Dengan Artificial Intelligence

Senin, 26 April 2021 19:50 WIB
Prof. Manu J. Widyaseputra. (Foto: Istimewa)
Prof. Manu J. Widyaseputra. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bahasa Sansekerta merupakan bahasa kesusastraan Hindu Kuno yang umurnya sudah lebih dari ribuan tahun. Bahasa sansekerta menjadi pusat perhatian ketika seorang ilmuwan bernama Rick Briggs menerbitkan artikel pada tahun 1985.

Mungkinkah menggabungkan bahasa kuno yang kaya akan sejarah intelektual dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dapat mengubah tatanan dunia? 

Agar komputer dapat memahami bahasa manusia, diperlukan representasi yang tidak ambigu. Artinya jika satu kata dalam bahasa natural memiliki beberapa arti, maka menjadi tidak praktis. Dalam kasus seperti itu, mesin dengan teknologi AI tidak akan memahaminya.

Rick Briggs memuji struktur tata bahasa Sansekerta yang mendetail dan ilmiah, yang membuatnya cocok untuk teknologi AI. Namun sayangnya, potensi kekayaan alami yang terkandung dalam budaya aksara dan Bahasa nusantara tidak terpelihara dengan baik dan di manfaatkan semaksimal mungkin di Indonesia.

Menurut Prof. Manu J. Widyaseputra banyak orang Indonesia tidak tahu peradabannya sendiri. Dalam politik bahasa di Indonesia, bahasa daerah hanya untuk memperkaya bahasa Indonesia.

Baca juga : Firli Klaim Tak Ada Keterlibatan Pihak KPK, Stepanus "Main" dengan Orang Luar

Sementara itu, bahasa Indonesia yang digunakan saat ini bukan berasal bahasa Melayu tingkat tinggi yang dicontohkan oleh para pujangga, melainkan bahasa pasaran.

“Mohon maaf ya, pemerintah tidak pernah memelihara bahasa daerah, sekian banyak orang di Senayan tidak tahu peradabannya sendiri. Padahal, sumber-sumber peradaban tersebut tertuang dalam naskah-naskah yang menggunakan bahasa daerah, yang mungkin oleh sebagian orang dipandang primitif,” ujar pria yang akrab disapa Romo Manu pada pertemuan dengan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) di Bintaro, Tangerang, Banten, Sabtu (24/4).

Sebagai seorang Filolog, Romo Manu juga merasa prihatin terhadap teori filologi di Indonesia yang nyaris tidak berkembang.

Hal ini disebabkan hampir semua kegiatan filologi di Indonesia sumbernya dari Kota Leiden Belanda, sementara saat ini di Leiden pun teori tersebut sudah tidak berkembang.

“Bagi mereka (para filolog Belanda), filologi itu mencakup empat macam, yaitu paleografi tentang bentuk tulisan, kodikologi tentang bahan naskahnya, tekstologi tentang teksnya, dan menurut Prof. Teeuw kalau ingin mengembangkan filologi harus ditambah teori sastra,” terang Romo Manu.

Baca juga : Puasa Sehat, Aman Dan Imun Saat Pandemi

Romo Manu mengatakan Ketika Prof. Teeuw mengembangkan teori struktural, semua dosen di Indonesia menulis tentang teori struktural. Kemudian pada awal tahun 1980-an, Prof. Teeuw juga memperkenalkan teori resepsi sastra, dan semua yang membuat disertasi mengkaji teori ini.

Maka ketika Prof. Teeuw tidak lagi mengajar di Indonesia, perkembangan teori filologi pun berhenti. Kalaupun disebut modern, saat ini mungkin hanya dengan penambahan interprestasi. Kondisi bahasa Indonesia yang “miskin” berdampak pada hasil penerjemahan naskah kuno yang seakan-akan menjadi bahasa “rusak”.

Romo Manu memberi contoh beberapa buku hasil terjemahan naskah kuno ke dalam bahasa Indonesia, makna keberadabannya seakan-akan jadi hilang, mirisnya justru terjemahan dalam bahasa Inggris masih lebih baik.

“Naskah-naskah yang ditulis menggunakan Jawa Kuno mengandung banyak sekali informasi, termasuk bidang-bidang teknologi. Kalau kita tidak paham bahasa Sanskerta, tidak paham bahasa Jawa Kuno, jangan harap menemukan makna. Data (tentang naskah) banyak sekali, tapi perhatiannya yang kurang,” kata Romo Manu.

Dalam kesempatan yang sama Prof. Eko Indrajit yang merupakan pakar Teknologi Informatika menuturkan bahwa AI memiliki banyak tantangan karena pemrosesan bahasa natural cukup rumit, bukan hanya merepresentasikan bahasa, tetapi juga harus mampu memahami gramatikal dan semantik.

Baca juga : Setan Merah Dapat Getah Laga Internasional Prancis

“Seteleh menyimak pemaparan Romo Manu, saya jadi berpikir bahasa pada naskah kuno yang disebut primitif itu justru memperlihatkan keadaban. Ini lebih besar (potensi) daripada hanya diterapkan untuk kebutuhan AI,” kata Eko.

Eko mengatakan bahwa Bahasa Sansekerta seharusnya bisa digunakan tidak hanya pada AI, lebih jauh bisa diterapkan menjadi sandi/kode tertentu dalam sebuah negara.

“Bahasa Sansekerta bisa digunakan untuk menciptakan bahasa tingkat tinggi yang efisien dan sistematis, karena Bahasa ini kaya akan gramatikal danmenyerupai bahasa sehingga bisa menjadi jembatan instruksi manusia dengan mesin (komputer),” ungkapnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.