Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Selama Ini Tak Bisa Disentuh Pemerintah
Mulai 2023, 100 Perusahaan Multinasional Dipungut Pajak
Sabtu, 17 Juli 2021 05:26 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan perjanjian reformasi sistem perpajakan global negara anggota G20 menguntungkan Indonesia. Salah satunya, Pemerintah bisa memungut pajak 100 perusahaan multinasional yang selama ini tidak tersentuh.
Niat Kemenkeu berburu pajak perusahaan multinasional ini seiring disepakatinya reformasi sistem perpajakan global oleh Negara-negara G20. Tercatat, ada 132 negara dari 139 negara anggota G20 sepakat dengan reformasi sistem perpajakan global tersebut.
Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian, Two-Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising From the Digitalisation and Globalization of the Economy. Salah satu yang disepakati adalah memajaki perusahaan multinasional, termasuk raksasa-raksasa teknologi.
Baca juga : Kemnaker Minta Perusahaan Cegah PHK Di Tengah PPKM Darurat
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, kesepakatan tersebut mendorong Pemerintah memburu pajak di 100 perusahaan multinasional.
“Indonesia memiliki kesempatan untuk memperoleh tambahan pajak atas penghasilan dari setidaknya 100 perusahaan multinasional yang menjual produknya di Indonesia,” kata Febrio dalam keterangan resminya, kemarin.
Menurutnya, dalam kesepakatan yang tertuang dalam pilar pertama, Indonesia berkesempatan mendapatkan hak pemajakan atas penghasilan global yang diterima perusahaan multinasional.
Baca juga : PLN Caplok 100 Persen Saham Chevron Di MCTN
Syaratnya, yakni perusahaan merupakan entitas berskala besar dengan omzet global di atas 20 miliar euro dan memiliki profit minimum 10 persen sebelum pajak.
Perusahaan-perusahaan tersebut, kata Febrio, selama ini tidak membayar pajak di Indonesia karena dalam sistem perpajakan yang lama, Pemerintah tidak memiliki wewenang menarik pajak dari perusahaan yang tidak memiliki kantor fisik atau Badan Usaha Tetap (BUT) di dalam negeri.
Sementara, lanjut Febrio, pada pilar kedua, perusahaan multinasional dengan nilai lebih kecil, yakni minimum omset konsolidasi 750 juta euro wajib membayar pajak penghasilan dengan nilai minimum 15 persen di negara domisili.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya