Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Langkah pemerintah yang akhirnya membatalkan rencana pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada sembilan bahan pokok, merupakan keputusan tepat karena dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 menyebabkan pendapatan sebagian masyarakat berkurang bahkan hilang. Hal ini menyebabkan daya beli menjadi rendah. Mereka memilih mengonsumsi pangan murah dan mengenyangkan yang belum tentu bergizi. Kalau (PPN) dikenakan sembako, komoditas pokok ini dikhawatirkan menjadi semakin tidak bisa dijangkau,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta, Selasa (5/10).
Untuk diketahui, pemerintah akhirnya membatalkan rencana pemberlakuan PPN terhadap barang barang kebutuhan pokok atau sembako, yaitu beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan dan gula konsumsi.
Baca juga : PON Papua, Sumbar Tambah Emas Dari Binaraga
Menurut dia, secara umum kenaikan harga, termasuk dengan pengenaan PPN, akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Padahal, belanja rumah tangga, bersama konsumsi pemerintah, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi negara untuk memulihkan perekonomian nasional di saat sulit seperti sekarang ini, lanjutnya
Pengenaan PPN pada sembako tidak saja akan meningkatkan harga pangan dan mengancam ketahanan pangan bagi masyarakat yang berpendapatan rendah, tetapi juga akan berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara umum.
“Tingginya harga bahan pangan di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Perlu juga dipikirkan dampak dari hal ini bagi masyarakat selama beberapa tahun ke depan, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.” jelas Aditya.
Baca juga : Memaknai Kebebasan Beragama (2)
Pangan merupakan salah satu komponen utama pengeluaran rumah tangga, dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka. PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.
Ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara, berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index 2020. Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia adalah masalah keterjangkauan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang atau sekitar 10 persen penduduk. Jumlah ini menunjukkan kenaikan sebesar 1,12 juta orang di bandingkan Maret 2020. [DIT]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya