Dark/Light Mode

Laporan Rakyat Merdeka Dari Karuizawa

Jonan Ingin RI Punya Pilihan Energi Yang Terjangkau Rakyat

Sabtu, 15 Juni 2019 14:02 WIB
Menteri ESDM Ignasius Jonan (kanan) dalam acara Ministerial Meeting on Energy Transitions and Global Environment for Sustainable Growth, Konferensi G-20 di Karuizawa, Perfektur Nagano, Jepang, Sabtu (14/6) pagi. (Foto: Kartika Sari/Rakyat Merdeka)
Menteri ESDM Ignasius Jonan (kanan) dalam acara Ministerial Meeting on Energy Transitions and Global Environment for Sustainable Growth, Konferensi G-20 di Karuizawa, Perfektur Nagano, Jepang, Sabtu (14/6) pagi. (Foto: Kartika Sari/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di tengah guyuran hujan dan cuaca lumayan dingin di Karuizawa, Perfektur Nagano, Jepang, Ministerial Meeting on Energy Transitions and Global Environment for Sustainable Growth, Sabtu (14/6) pagi resmi dimulai. Event ini merupakan salah satu rangkaian Konferensi G-20. Wartawan Rakyat Merdeka Kartika Sari yang meliput Konferensi G-20, melaporkan dari Karuizawa.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, memimpin Delegasi RI (DELRI). Ikut hadir Dubes Indonesia untuk Jepang Arifin Tasrif, Ketua SKK Migas Dwi Sutjipto, Dirjen Listrik Kementerian ESDM Rida Mulyana, Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Djoko Siswanto, Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Plt Dirut PLN Djoko R. Abumanan dan Dirut PGN Gigih Prakosa.

Jonan yang mengenakan setelan jas warna hitam, tampak gagah dan rapi jali. Dia serius mengikuti seluruh rangkaian acara. Menurut Jonan, ini baru pertama kali pertemuan antara menteri di sektor energi dan menteri lingkungan hidup di event G-20, digabung.

“Menurut saya ini sangat bagus. Sebab, ketika membahas masalah energi yang berkaitan dengan lingkungan, bisa langsung disepakati. Biasanya kan pertemuan antara menteri bidang energi dan menteri lingkungan hidup digelar terpisah,” ungkap Jonan kepada Rakyat Merdeka dan Bisnis Indonesia di sela-sela Konferensi G-20.

Baca juga : Pegawai Ingin Punya Pimpinan KPK  Yang Berani Ungkap Kasus-Kasus Besar

Dalam joint session discussion para menteri peserta Konferensi G-20, ungkap Jonan, negara-negara Uni Eropa lebih mendorong diterapkannya kesepakatan Paris Agreement untuk mengatasi masalah global warming (pemanasan global) dan climate change (perubahan iklim). Sedangkan Amerika Serikat (AS) sikapnya tetap sama: menolak Paris Agreement.

“Indonesia bersama negara-negara berkembang seperti Brazil dan Meksiko, lebih menekankan pada affordability (kemampuan membayar). Sebab, kalau semuanya mau diganti renewable energy (energi baru dan terbarukan/EBT) untuk menggantikan energi fosil, apa semua rakyat kita mampu membeli? Makanya, kami menginginkan ada pilihan. Ini penting bagi masyarakat yang tidak mampu,” jelas Jonan.

Sedangkan yang diperjuangkan Jepang, lanjut Jonan, ada dua. Yaitu, mengembangkan energi hidrogen dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Sementara Arab Saudi, hanya membicarakan pasokan minyak.

Paris Agreement adalah persetujuan dalam kerangka UNFCCC (United Nation Convention on Climate Change) yang mengawal reduksi emisi karbondioksida, yang efektif berlaku sejak tahun 2020. Persetujuan ini dibuat dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2015 di Paris, Prancis.

Baca juga : Luhut Minta Nelayan Tidak Termakan Hoaks

Benang merah dari pertemuan yang dihadiri 40 menteri ini, adalah menyepakati komite bersama untuk mengurangi global warming maksimum 1,5 persen. “Saya menekankan bahwa kita komit untuk menjalankan Paris Agreement sebesar 23 persen, melalui penggunaan mix energy untuk renewable energy pada 2025," jelas Jonan.

"Untuk saat ini, kita sudah menjalankan di sektor transportasi sebesar 13 persen, dan ditargetkan naik menjadi 20 persen pada 2020 atau 2021. Sedangkan di sektor listrik, saat ini sudah mencapai 13 persen. Targetnya, pada tahun 2022-2023, naik menjadi 18 persen,” imbuhnya.

Jonan juga menceritakan, di forum itu, ia ditanya kapan Indonesia akan berhenti menggunakan batubara untuk pembangkit listrik.

“Saya hanya jawab, bahwa sejak tahun 2017, sudah disepakati tidak ada lagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di Pulau Jawa. Kecuali, proyek yang sudah disepakati dan diteken kontraknya. Nah, sejak tahun 2018, tak ada lagi proyek PLTU,” ungkap Jonan. ***

Baca juga : Menag : Mari Kita Tunjukkan Indonesia Yang Damai Dan Rukun

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.